Karaeng Tumapakrisi Kallongna
Karaeng Tunijallok ri
Pasukkiq meninggal, Karaeng Tumapakrisi Kallongna menggantikannya sebagai Raja
Gowa. Dialah yang memperistrikan anak dari Karaeng Tunilabu ri Suriwa. Maka
lahirlah Karaeng Tunipalangga; empat bersaudara, Karaeng Tunibatta;
Karaenga ri Bone; Karaeng ri Somba Opu. Memperistrikan anak Karaeng Jamarang.
Lahirlah Karaeng Jonggoa, dan seorang perempuan yang bernama I Kawateng.
Karaeng Tumapakrisi Kallongna, Dialah peletak
dasar pemerintahan Kerajaan Gowa secara modern, dia juga yang mengantar Gowa
sebagai kerajaan maritim yang kuat. Raja inilah
yang mula-mula membuat peraturan, hukum dalam perang. Di masa pemerintahannya
ini pulalah Daeng Pamatte selaku Tumailalang merangkap Syahbandar menciptakan
aksara Lontara.
Raja inilah yang
menaklukkan Garassi, Katingang, Parigi, Siang, Sidenreng, Lembangan. Yang
mengambil saqbu kati dari Bulukumba, Selayar [saqbu kati = bea perang]. Yang
menaklukkan Panaikang, Mandalle, Campaga. Selain menaklukkan
beberapa daerah tersebut, ia juga membuat kesepakatan dengan beberapa penguasa antara
lain dengan Karaeng Loe ri Pakere sang penguasa Maros, dengan penguasa orang-orang
Polongbangkeng yang disebut Karaeng Loe ri Bajeng, dengan
penguasa orang-orang Bone yang disebut Boteka (ayah dari Bongkanga).
Raja inilah yang
sangat dipuji sebagai seorang yang pintar (panrita dudui), mempunyai prilaku
yang baik (mabajik gaukna), jujur (malambusuki). Gelarannya disebut Kasuwiyang
ri Juru. Gelaran lainnya (pakkaraenganna) Karaeng Mannguntungi. Dialah
pula ini orang yang pertama kali tinggal di Bontomanai. Dia juga yang disebut
Gallarrang Loaya. Pada masanya, padi tumbuh subur, pun dengan tanaman lainnya
memberikan hasil yang baik. Terdapat ikan yang banyak. Raja ini pulalah yang
didatangi oleh pasukan Jawa yang dipimpin oleh seorang yang bernama Galasih.
Mereka berperang di daerah yang disebut Pammolikang. Selama tiga puluh enam
tahun ia memerintah (1510-1546).
Pada masa
pemerintahan beliau ini pulalah Goa dan Tallo berperang. Dimana Tallo didukung
oleh rakyat Polombangkeng disebelah selatannya, dan oleh rakyat Maros disisi
lainnya. Adapun Raja Tallo pada masa itu adalah Karaeng Tunipasuru. Nama
pribadinya semoga saya tidak terkutuk, I Mangayoangberang. Yang memerintah di
Maros disebut Patanna Langkana. Nama-nya setelah meninggal disebut Tumenanga ri
Buluqduaya. Nama pribadinya semoga saya tidak terkutuk, I Mappasomba. Nama lahirnya [Paddaenganna] iDaeng Nguraga. Dan yang memerintah di Bajeng
adalah anak dari Karaeng Loe disebut Daengna iPasairi. Dia adalah kakak dari
iDaeng Masarro. Bersaudara dengan orang-orang [penguasa] yang memerintah di
Sanrabone, di Lengkeseq, di Katingan, di Jamarang, di Jipang, di Mandalleq.
Mereka tujuh bersaudara; semua memiliki payung kerajaan. Adapun Raja ini
didukung oleh Gaukang Tallua. Karaenga ri Lakiung dengan panji Guradaya,
bersama orang-orang Mangasa, orang-orang Tomboloq, dan orang-orang Saumata
berdiri di daerah Baroqbosoq berhadapan dengan rakyat Polombangkeng
ilauka. Raja sendiri [Karaeng Tumapakrisi Kallonna] dengan panji Sulengkaya,
bersama dengan orang-orang Sudiang, orang-orang Manuju dan orang-orang
Boriqsallo berdiri di Rappocini berhadapan dengan orang-orang Tallo dan iDaeng
Masarro. Karaenga ri Data dengan panji Cakkuridiya bersama dengan
orang-orang Pattalassang, orang-orang Bontomanaiq dan orang-orang Paccellekang
berdiri di Tamamaung berhadapan dengan orang-orang Maros. Pertempuran berkobar,
dipukul mundurlah orang-orang Talloq, orang-orang Maros,
orang-orang Polombangkeng ke kampung halaman mereka masing-masing.
Orang-orang Tallo sendiri kembali masuk ke kampung Tallo. Hingga kemudian undangan
dikirim ke Karaeng Tumapakrisi Kallongna. Untuk Ia dipersilahkan masuk ke
Tallo. Selama tujuh malam ia di Tallo, selama itu pula ia dibuatkan pesta untuk
menghormati beliau. Dari sinilah lahir sumpah antara Raja Gowa dan Raja Tallo
juga semua Gallarrang yang ada (gallarrang = pemimpin kampung) yang
dilaksanakan di balai kerajaan (baruga = balai) : "Iami anjo nasitalli'mo
karaenga ri Gowa siagang karaenga ri Tallo, gallaranga iyangaseng ribaruga
nikelua. Iya-iyannamo tau ampasiewai Gowa-Tallo, iyamo nacalla rewata. (Barang
siapa yang mengadu domba antara Gowa dan Tallo, dia akan dikutuk dewata)”.
Raja ini juga yang membuat
kesepakatan dengan datu Luwuq yang disebut datuq Matinroa ri Wajo. Dia juga
yang membuat kesepakatan dengan Karaeng Salumekko yang disebut Magajaya. Raja ini pulalah yang
menjadikan Sanrabone, Jipang, Galesong, Agangnionjok, Kawu, Pakombong palili
(pengikut) Gowa. Beliau pula orang pertama yang didatangi oleh orang
Portugis ketika orang Portugis pertama kali berlabuh/ mendarat di Makassar. Pada
tahun yang sama Dia menaklukkan Garassi, Malaka juga ditaklukkan oleh
Portugis.
Karaeng
Tumapakrisi Kallongna adalah anak dari Batara Gowa Raja Gowa VII dari istrinya
yang bernama iRerasi. Naik tahta menggantikan saudaranya yang bernama Karaeng Tunijallok
ri Passukkiq.
Karaeng
Tumapakrisi Kallonna meninggal, Karaeng Tunipallangga menggantikannya sebagai
Raja Gowa. Nama pribadinya semoga saya tidak terkutuk, iManriyogauq. Nama lahirnya (Paddaenganna) iDaeng Bonto, nama Pakkaraenganna sebelum ia menjadi penguasa
adalah Karaenga ri Lakiyung.
Demikianlah sepenggal kisah tentang Karaeng Tumapakrisi Kallongna, Raja Gowa IX yang tercatat dalam Lontara. @dp
Sumber : Lontara
Gowa
Diterjemahkan
oleh : Daeng Palallo
Terima Kasih sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita
Terima Kasih sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita
Video Pilihan
Betulkah kitab Lontarak menyebut Polongbangkeng sebagai pusat Bajeng pada saat terjadinya serangan sekutu {Tallo, Maros dan Bajeng}terhadap Gowa?.Saya seorang putra Bajeng punya cerita turun temurun dari orangtua yg mengisyaratkan bahwa pusat Bajeng dulunya di Limbung.Pada saat raja Gowa terdesak pasukan sekutu muncul seorang pemuda dari Bajeng yg berpihak kpd raja Gowa yg berjasa dalam menghalau musuh2nya.Pasukan Bajeng terhalau ke Polongbangkeng.Sang pemuda konon dinikahkan dgn seorang putri Gowa dan dijadikan penguasa Bajeng di Limbung dan sekitarnya bergelar Batangbanoa [setingkat Karaeng} ri Bajeng.Bajeng terbelah dua.Kami adalah pewaris sah Batangbanoa itu.Kini di Gowa terdapat Kecamatan Bajeng beribukota Limbung yg dimekarkan hingga lahir Kecamatan Bajeng Barat.Polongbangkeng masuk wilayah Takalar.
ReplyDeleteDialah penguasa yang menaklukkan Garassiq, Katingang, Parigi, Siang, Sidenreng. Yang menjadikan Sanrabone, Jipang, Galesong, Laba sebagai pengikut. Yang mengambil saqbu katina Bulukumba, Selayar [saqbu kati = bea perang]. Dialah yang menaklukkan Panaikang, Madalloq, Campa [ga]. Membuat perjanjian dengan orang-orang Maros, rakyat Polombangkeng, rakyat Bone. Adapun penguasa rakyat Maros adalah Karaeng Loe ri Pakere. Penguasa rakyat Polombangkeng adalah Karaeng Loe ri Bajeng. Sedangkan penguasa dari orang-orang Bone adalah Boteka (ayah dari Bongkanga).
ReplyDeleteDemikianlah tertulis dalam lontara.
Disini tidak dikatakan, bahwa polongbangkeng adalah pusat Bajeng hanya disebutkan bahwa Penguasa rakyat Polombangkeng pada saat itu disebut Karaeng Loe ri Bajeng.
ReplyDeleteterima kasih telah berkunjung.
ReplyDeleteTabe,menurut referensi saya,bahwa ibu dari Karaeng Tumaparisika Kallongna adalah I Rerasi anak dari Maraddia Balanipa,karena sesuatu sebab sehingga beliau menetap di Tallo.
ReplyDeleteTumapa'risi kallonna punya seorang anak yang bernama Daeng Mangemba, ibunya adalah saudara perempuan Daeng Pamatte. Daeng Mangemba sejak usia 14 tahun merantau ke Jawa dan belajar Islam pada Sunan Kalijaga.
ReplyDeleteBahkan Daeng Mangemba ikut bersama pasukan Demak menyerbu Portugis di Selat Malaka. Saat itu, pasukan Demak yang dipimpin Pangeran Dipati Unus dihantam topan dan banyak kapal yang tenggelam.
Daeng Mangemba tampil menunjukkan ilmunya menghalau angin, ilmu yang dipelajarinya dari Daeng Pamatte, pamannya. Karena jasanya menghalau topan, Pangeran Dipati Unus menganugerahinya gelar Pangeran Pengatas Angin.
Seturut dengan runtuhnya Demak diganti Pajang, Daeng Mangemba memilih merantau ke Timur Tengah, memperdalam islam dan naik haji. Bahkan sempat bermukim di Maroko selama beberapa tahun sebelum akhirnya kembali ke Pajang.
Sepulangnya ke Jawa, Daeng Mangemba lebih dikenal dengan nama Susuhunan Ngatas Angin (Sunan Atas Angin) dan menjadi salah satu dari Wali Sanga generasi ketiga.
Bahkan beberapa penulis menempatkan Sunan Atas Angin sebagai wali yany paling tinggi kedudukannya di antara para wali di Jawa, termasuk lebih tinggi dari kedudukan Sunan Kalijaga yang merupakan gurunya.