Macan Lambaraqna Gowa : I Mappatakakatana Daeng Padulu Tumenanga riMakkoayang


Macan Lambaraqna Gowa (Harimau Liar dari Gowa). Adalah sebuah gelar, sama dengan gelar-gelar lainnya seperti Macan Keboka ri Tallo, Macan Leqlenga ri Katangka, Macan Ejayya ri Sanrobone, Macan Beru Bakkaka ri Luwu.

Adalah, semoga saya tidak terkutuk, nama pribadinya iMappatakakatana. Nama lahirnya [Paddaenganna] adalah Daeng Padulu, gelarnya sebelumnya ia menjadi penguasa di Tallo disebut Karaeng Pattingalloang, gelarnya setelah meninggal disebut Tumenanga riMakkoayang. Beliaulah yang digelar sebagai Macan Lambaraqna Gowa, Raja Tallo IV, yang tak lain adalah Ayah dari Karaeng Matoaya Sultan Abdullah Awwawul Islam.


Tumenanga riMakkoayang adalah anak dari Karaeng Tunipasuru (Raja Tallo III), Nama pribadinya, semoga saya tidak terkutuk, semoga saya tidak hancur, adalah iMangayoangberang Karaeng Pasi. Ibundanya adalah Tumammalianga ri Tallo, nama pribadinya, semoga saya tidak terkutuk, semoga saya tidak hancur adalah iPasilemba, putri Karaeng Loe riMarusu.


Pada usia dua puluh tahun ia menjadi Penguasa/Raja di Tallo. Pada usia empat belas tahun, beliau sudah mengalahkan orang-orang Tidung di Maje’ne.


Dialah yang mendampingi Raja Gowa X, Karaeng Tunipallangga dalam usahanya melanjutkan pembangunan dan perluasan wilayah kekuasaan Gowa, juga Raja Gowa XII, I Manggorai Daeng Mammeta, Karaeng Tunijallo. Dialah yang membujuk hingga akhirnya berhasil membawa pulang Karaeng Tunipallangga dari dalam benteng Papolong ke Gowa ketika sakit yang di deritanya bertambah parah sewaktu keduanya memimpin peperangan melawan Bone.


Selain beliau sebagai Raja Tallo. Tumenanga riMakkoayang juga sebagai Mangkubumi (Tumabbicara Butta di Gowa), sesaat setelah Karaeng Tunibatta meninggal dalam peperangan. Dialah yang mengutus Gallarang Mangasa dan iLo’mo Manrimisiq untuk menemui orang-orang Bone, selanjutnya membuat kesepakatan dengan orang-orang Bone di bagian utara Bone (Kanaya ri Warakkanna Bone).


Bersama dengan Karaeng Tunijalloq, mereka menaklukkan Barasaq dua kali, menaklukkan Binamuq, menaklukkan Bulukumba. Dialah yang memperbaharui semua perjanjian yang berhubungan dengan Kerajaan Palili (Kerajaan Pengikut Gowa-Tallo). Termasuk menghapus hukum-hukum lama yang masih berlaku. Lima puluh enam tahun usianya. Tiga puluh tahun lamanya ia memerintah di Tallo. Sebelas tahun lamanya ia mendampingi Karaeng Tunijallo sebagai Mangkubumi (tumakbicara butta ri Gowa). Kemudian meninggal. Meninggalnya karena sakit. Di Bilaya (iratei ri Bilaya) ia menderita sakit, di Tamalate beliau meninggal. 
Tak lama setelah Tumenanga ri Makkoayang meninggal, meninggal pula Kajao LaLiddong dan Bongkanga. Dialah yang berhadapan dengan orang Bone di Bulupatanrang (pantarang?). Dialah yang membuat kesepakatan/perjanjian dengan orang-orang Bone yang dikenal dengan istilah bila-bila laqbua.


Karaeng ini dipuji sebagai orang yang sangat pintar (panrita dudui), dipuji sebagai seorang yang pemberani, orang yang sangat ramah, baik hati. Sebagai pribadi yang terampil dalam banyak pekerjaan (Panrita Jamangi). Dikatakan pula bahwa beliau sempat terluka dengan tombak pada saat penaklukan Selayar oleh Karaeng Tunipalangga. Dia lebih dahulu menjadi penguasa di Tallo daripada Karaeng Tunipalangga di Gowa.


Setelah Tumenanga riMakkoayang wafat, maka yang mengantikannya sebagai Raja Tallo adalah Karaenga Baineya. @dp


Ditulis oleh : Daeng Palallo

Sumber : Lontara Tallo

Makam dari Tumenanga riMakkoayang, iMappatakakatana Daeng Padulu


Terima Kasih sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita 



Video Pilihan



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Lirik dan Terjemahan Lagu Tea Tonja

Lirik dan Terjemahan Lagu Julei ri Kau

LIRIK DAN TERJEMAHAN LAGU PANGNGUKRANGI