MUHIBAH MELAYU MAKASSAR ABAD XV-XVII
MUHIBAH MELAYU MAKASSAR ABAD XV-XVII
Oleh : Daeng Palallo
Berdasarkan naskah-naskah Melayu yang menjadi sumber dari Sulalatus Salatin atau saat ini dikenal dengan nama Sejarah Melayu, di sebutkan bahwa hubungan muhibah antara Gowa di Sulawesi dengan Melaka sudah terjalin sejak dari zaman Kerajaan Melaka Sultan Mansur Syah. Hubungan ini berlanjut sampai ke masa-masa berikutnya. Dikatakan bahwa sejak itu para pelayar, pelaut dan pedagang dari Sulawesi itu tidak putus-putusnya datang ke Semenanjung ini, tidak hanya itu saja, bahkan dengan melalui aliran sejarah, ikatan hubungan goodwill di antara kedua pihak itu telah terjalin dengan lebih erat lagi melalui hubungan semenda-menyemenda?, tidak hanya di kalangan rakyat, bahkan di kalangan raja-raja pemerintah.
Berdasarkan naskhah yang diturunkan menjadi edisi ini, dapat
kita memahami bahawa perhubungan muhibah di antara Goa di Sulawesi dengan
Melaka sudah terjalin sejak dari zaman kerajaan Sultan Mansur Syah di Melaka
lihat hal. 93-97. Mungkin juga seperti orang-orang dari pulau-pulau Sumatera
dan Jawa pada zaman itu, orang-orang dari tanah Bugis itu juga sudah agak ramai
datang dan tinggal di Melaka. Hubungan ini terbukti berterusan sehingga ke masa
kebelakangan. Para pelayar, pelaut dan peniaga dari negeri-negeri di Sulawesi
itu tidak putus-putus berulang datang ke Semenanjung ini; bukan sekadar itu
sahaja, malah dengan melalui aliran sejarah, ikatan perhubungan muhibah di
antara kedua pihak itu telah terjalin dengan lebih erat lagi melalui hubungan
semenda-menyemenda, bukan sahaja di kalangan golongan rakyat, bahkan di
kalangan raja-raja pemerintah.[1]
Petualangan Karaeng Tunilabu ri Suriwa
Karaeng Tunilabu
ri Suriwa adalah Raja Tallo ke-II. Anak dari Karaeng Loe ri Sero, pendiri
Kerajaan Tallo di Sulawesi. Karaeng Loe ri Sero meninggal, Karaeng Tunilabu ri
Suriwa menjadi Penguasa/Raja di Tallo. Dikatakan dalam Lontara Patturioloanga
ri Tallo (Catatan resmi Kerajaan Tallo) bahwa Karaeng inilah yang pernah pergi
ke Melaka, dari Melaka langsung menuju ke Banda di
bagian Timur Sulawesi. Selama tiga tahun kepergiannya, kemudian kembali.
Karaeng Tunipasuru anaknya baru di kandung ketika beliau berangkat, dan baru
kembali setelah Karaeng Tunipasuru sudah bisa berlari-lari. Dalam perjalanan ke Sandao untuk berperang, beliau di amuk diatas
perahunya. Jenazahnya tidak dibawa pulang, dikatakan hanya ditenggelamkan di
Suriwa. Oleh sebab itu Karaeng ini di gelar Karaeng Tunilabu ri Suriwa (Karaeng
yang di tenggelamkan di Suriwa).
...iyami anne
karaenga lebaq antaqle ri Malaka; tulusuq manraiq ri
Banda; tallu taungi lampana; nainampa battu; nampai nitianangang
Tunipasuruq; namalampa; namalari-laripa nainampa battu; la taqlei ri Sandao mabunduq; nanijalloq ri biseangna;
tanierangngai ammaliyang; nilabuji ri Suriwa; iyami nanikana Tunilabu ri
Suriwa; [2]
Sultan Mansur Syah (1459-1477), mengirim Utusan Ke Makassar
dan Asal Usul Hang Tuah[3]
Bermula,
pada suatu hari. Sultan Mansur Syah berfikir hendak mengirim utusan ke
Mengkasar [Makassar], maka Baginda pun memanggil Bendahara Paduka Raja
(Bendahara sederajat dengan Perdana Menteri dalam sistem pemerintahan
sekarang). Setelah Bendahara Paduka Raja datang menghadap, maka baginda pun
berkata, "Hamba hendak mengirim utusan ke Mengkasar [Makassar]. Bagaimana
pendapat Bendahara, apakah hal ini baik atau buruk?" Maka sembah
Bendahara, "Sebaik-baik pekerjaan tuanku, berbanyak-banyak sahabat
daripada seteru."
Maka
titah baginda, "Karanglah surat Hamba kepada raja Mengkasar
[Makassar]." Maka Bendahara pun bermohonlah kepada baginda, lalu kembali
untuk mengarang surat Sultan Mansur Syah kepada raja Mengkasar [Makassar].
Setelah surat tersebut selesai, lalu dipersembahkannya kepada Baginda; Baginda
pun menyuruh untuk membacakannya.
Setelah Sultan Mansur Syah mendengar bunyi surat itu, terlalulah
baginda berkenan. Adalah utusan yang dikirim itu : Seri Bija Pikrama dengan Tun
Sura Diraja. Maka keduanya pun menjunjung duli; surat pun diarak dengan gendang
serunainya, nafiri, dengan payung putih satu dan payung kuning satu. Maka
sampailah kejambatan, maka kedua utusan itu pun turunlah ke perahunya menyambut
surat itu, adapun yang mengantar surat itu adalah pegawai sebanyak empat orang.
Setelah surat sudah turun maka yang menghantar pun kembalilah, selanjutnya Seri
Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja pun belayarlah.
Beberapa lama di jalan maka sampailah ke Mengkasar [Makassar],
dipelabuhannya. Maka dipersembahkan orang kepada raja Gowa, untuk mengatakan
bahwa utusan dari Melaka datang. Maka raja Gowa pun keluarlah dikawal oleh
karaeng-karaeng beserta hulubalang dengan segala juak-juaknya, penuh dari balai
datang ke tanah, orang yang mengadap. Maka surat pun disuruhnya sambut dengan
selayaknya, betapa adat menyambut surat raja-raja yang besar-besar itu,
demikianlah dibuatnya dengan hormat mulianya; delapan orang hulubalangnya,
diarak dengan bunyi-bunyian, Setelah datang, disambut oleh penghulu bentaranya,
dipersembahkannya kepada raja di Gowa. Maka disuruhnya baca, setelah sudah
dibaca, maka raja di Gowa pun terlalu sukacita mendengar bunyi surat raja
Melaka yang mengatakan daripada jalan muafakat itu. Setelah itu Seri Bija
Pikrama dan Tun Sura Diraja pun naiklah menyembah raja di Gowa, lalu duduk
bersama-sama dengan hulubalangnya. Maka segala bingkisan pun dibawa oranglah
masuk.
Selanjutnya berkatalah raja di Gowa, "Hei Orang Kaya, apa
khabar saudaraku di Melaka, tiada ia sakit-sakit? Dan apa kehendaknya
menyuruhkan Orang Kaya kedua ini, apa hendak dicari?"
Maka sahut Seri Bija Pikrama, "Khabar baik karaeng. Tidak apa
kehendak paduka adinda menyuruh mengadap tuanku, sekadar hendak mufakat juga,
karaeng." Maka raja di Gowa pun terlalu suka, seraya berkata, "Aku
pun demikian lagi Orang Kaya, hendak mufakat dengan saudaraku raja
Melaka."
Maka sirih berkelurupang berceper pun datanglah, diberikan kepada
Seri Pikrama dan Tun Sura Diraja. Maka kedua tempat sirih itu diberikannya
kepada budak-budaknya, Seketika duduk, maka raja di Gowa pun masuk; maka segala
yang mengadap itu masing-masing kembalilah, maka Seri Bija Pikrama, dan Tun
Sura Diraja pun turunlah ke perahu. Maka raja Mengkasar [Makassar] pun menyuruh
menghantar pada kedua utusan itu, daripada sirih-pinang dan buah-buah serta
dengan juadahnya.
Adapun akan Seri Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja, beberapa kali
diperjamu oleh raja di Gowa, Senantiasa ia mengadap dan berkata-kata dengan
baginda.
Hatta angin musim pun telah bertiuplah; pada suatu hari datanglah
Seri Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja mengadap raja di Gowa hendak bermohon
kembali. Maka sembahnya, "Karaeng, patik hendak bermohon, kerana musim
sudah ada."
Maka titah raja di Gowa, "Baiklah Orang Kaya; apa kegemaran
saudaraku raja Melaka, supaya aku carikan."
Maka sembah Seri Bija Pikrama, "Tuanku, kegemaran paduka
adinda itu, jikalau ada seorang laki-laki yang baik rupanya dan sikap serta
dengan beraninya, itulah kegemaran paduka adinda."
Maka titah raja di Gowa, "Orang yang bagaimana itu? Anak
orang baikkah? Atau sembarang orangkah?"
Maka sembah Seri Bija Pikrama, "Jikalau boleh, anak orang
baiklah, karaeng."
Setelah baginda mendengar kata Seri Bija Pikrama itu, maka titah
raja di Gowa kepada juak-juaknya, "Pergi engkau semua carikan aku, anak
daeng yang baik, anak hulubalang yang baik; barang yang baik rupanya dan
sikapnya engkau ambil".
Maka segala juak-juaknya pun pergilah mencari anak orang,
diseluruh kampung dan dusun dicarinya tiada didapatkan. Maka didengarya ada
anak raja Bajung [Bajeng] yang terlalu baik rupanya dan sikapnya, ayahnya sudah
mati. Maka segala juak-juak itu pun pergilah ke Bajung [Bajeng]. Setelah
sampai, dilihatnya sungguh seperti khabar itu, lalu diambilnya, dibawanya
kembali mengadap raja di Gowa dan dipersembahkannya
.
Maka oleh raja di Gowa, ditunjukkannya itu. Maka titah baginda,
"Bagaimana dengan orang ini, berkenankah saudaraku di Melaka, orang
kaya?"
Maka dipandang oleh utusan kedua itu, terlalulah ia berkenan
dengan gemarya. Maka sembah Seri Bija Pikrama, "Demikianlah tuanku, yang
dikehendaki paduka adinda."
Maka titah baginda, ''Jika demikian orang ini saja Orang Kaya, aku
kirimkan kepada saudaraku raja Melaka, ia ini anak raja Bajung, sebagai tanda mufakat,
serta dengan kasihku akan saudaraku raja Melaka, maka aku berikan."
Maka sembah Seri Bija Pikrama, "Seperti titah tuanku; yang
titah paduka adinda pun demikian juga, tuanku. "
Adapun anak raja Bajung itu Daeng Merupawah namanya; umurnya baru
dua belas tahun. Diceriterakan orang yang empunya ceritera, sudah dua kali ia
membunuh, mengembari orang mengamuk di negeri.
Setelah keesokan hari, maka utusan kedua itu pun naiklah mengadap
raja Mengkasar [Makassar], didapatinya raja di Gowa telah pepak diadap orang.
Maka Seri Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja pun duduk menyembah. Maka oleh raja
di Gowa utusan kedua itu dipersalini dengan sepertinya. Maka keduanya
menyembah. Maka titah raja di Gowa, "Katakan kepada saudaraku, Orang Kaya,
akan Daeng Merupawah ini petaruhku Orang Kaya kepada saudaraku, raja Melaka.
Perhamba ia baik-baik, dan kalau ada sesuatu yang dikehendaki oleh saudaraku,
raja Melaka, dalam Mengkasar [Makassar] ini, cukup menyuruh ia kepada
aku." Maka sembah utusan kedua itu, "Baiklah tuanku."
Setelah itu maka kedua utusan itu pun bermohonlah, lalu turun.
Maka surat dan bingkisan pun diarak oranglah dengan selengkap alatnya, dengan
segala bunyi-bunyian. Setelah datang ke perahu maka surat serta bingkisan itu
disambut oranglah, disirupan. Maka segala yang menghantar itu pun kembalilah;
maka Daeng Merupawah serta dengan Seri Bija Pikrama, kedua buahnya itupun
belayarlah kembali.
Beberapa lamanya di jalan, maka sampailah ke Melaka. Maka
dipersembahkan orang kepada Sultan Mansur Syah, mengatakan Seri Bija Pikrama
telah datang. Maka baginda pun keluarlah, semayam diadap segala Orang
Besar-besar dan hulubalang sida-sida, bentara, biduanda, Hamba raja sekalian.
Maka surat itu disuruh baginda sambut dengan istiadatnya. Maka Seri Bija
Pikrama dan Tun Sura Diraja pun bersama-sama baginda, serta membawa Daeng
Merupawah.
Setelah sampai ke balai, maka surat disambut bentara
dipersembahkan ke bawah duli baginda; maka disuruh baca kepada khatib. Setelah
sudah dibaca, maka Sultan Mansur Syah pun terlalu sukacita mendengar bunyi
surat raja Mengkasar [Makassar] itu. Maka Seri Bija Pikrama dan Tun Sura Diraja
pun naik menjunjung duli, lalu duduk mengadap kepada tempatnya sedia itu; maka
Daeng Merupawah pun dipersembahkan ke bawah duli dengan segala pesan raja
Mengkasar [Makassar] itu semuanya dipindahkannya.
Maka Sultan Mansur Syah pun terlalu suka, serta berkenan baginda
memandang rupa dan sikapnya Daeng Merupawah itu. Maka titah baginda,
"Bagaimana sampai raja Mengkasar [Makassar] bisa mengirim anak raja Bajung
ini? Dilanggarkah raja Bajung maka anaknya tertawan ini?"
Maka sembah Seri Bija Pikrama, "Tiada tuanku, raja Mengkasar
[Makassar] bertanya kepada patik akan kegemaran duli tuanku maka patik katakan
gemar akan orang yang baik rupa." Mala semuanya perihal ehwalnya habis
dipersembahkannya ke bawah duli Sultan Mansur Syah. Maka baginda pun suka,
serta Seri Bija Pikrama dipuji baginda. Maka Daeng Merupawah itu dinamai
baginda Hang Tuah, itulah asal Hang Tuah; maka dipeliharakan oleh baginda
dengan sepertinya, terlalu kasih baginda akan Hang Tuah, maka dianugerahi akan
dia sebilah keris terupa Melaka dengan selengkap perhiasannya.
Adapun Hang Tuah selama ia di Melaka, tiada lain kerjanya, hanya
berguru akan ilmu hulubalang. Barang siapa yang lebih tahunya dimasukinya;
adalah kepada zaman itu tiadalah dua orang-orang muda sebagainya.
Petualangan Karaeng Tunipasuru
Karaeng
Tunilabu ri Suriwa meninggal. Karaeng Tunipasuru mengantikannya memerintah
di Kerajaan Tallo sebagai Raja Tallo ke-III. Karaeng ini dikatakan adalah
seorang yang ahli membuat kapal, suka mengadakan perjalanan jauh, dipuji
sebagai pribadi pekerja yang sangat berdedikasi. Dikatakan pula bahwa karaeng
ini juga pernah mengadakan perjalanan ke Melaka, kemudian singgah di Johor. Di
Johor beliau mempunyai piutang yang belum terbayarkan.
...iyaminne Karaenga mabaligauq
Karaenga Tumapaqrisiq Kallonna; anne karaenga; manngassengi mannyikoq
biseang; nangai malampa mabellaya; nipuji panrita jamaang; lebaqtongi mantaqle
ri Malaka; nasumengka ri Johoro; niaq papainrangna tassulu ri Johoroka; rioloangi anne mate Karaenga
na karaenga Tumapaqrisiq Kallonna; rioloangtongi magauq.[4]
...karaeng Tunipasuru, memerintah di Tallo
bersama-sama dengan Karaeng Tumapaqrisiq Kallonna di Gowa; Karaeng ini mahir
membuat kapal, suka mengadakan perjalanan jauh, dipuji sebagai pribadi pekerja
yang sangat berdedikasi. Dikatakan pula bahwa karaeng ini juga pernah ke Malaka,
kemudian singgah di Johor. Di Johor beliau mempunyai piutang yang belum
terbayarkan, Lebih dahulu Karaeng ini meninggal daripada karaenga Tumapaqrisiq
Kallonna, lebih dahulu juga Dia memerintah.
Tom Pires Keliling Nusantara
Rombongan
Karaeng Tunipasuru inilah yang di temui oleh Tom Pires dalam perjalanannya dari
Malaka ke laut Jawa pada tahun 1513. Tom Pires adalah orang Portugis pertama yang masuk ke
Nusantara. Dan keterangan dari Tome Pires ini dianggap sebagai sumber Barat tertulis
paling tua yang bercerita tentang Makassar yang bisa ditemukan. Pires
mengemukakan bahwa orang-orang Makassar telah berdagang sampai ke Malaka, Jawa,
Borneo, negeri Siam dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan
Siam”.
Tom Pires : “Kepulauan
Macacar (Makassar) terdapat kira-kira empat atau lima hari pelayaran lewat
pulau yang baru kita sebut Borneo atau Kalimantan, di tengah jalan (dari
Melaka) ke Maluku… Ujungnya yang satu hampir mencapai Buton, di atasnya Madura,
yang satu lagi meluas sampai jauh ke utara. Orangnya semua kafir; di situ
terdapat lima puluh orang raja lebih. Pulau itu mereka berdagang dengan Melaka, Jawa, Borneo, negeri Siam
dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan negeri Siam… Mereka punya
bahasa sendiri, lain daripada yang lain. Orangnya gagah dan suka berperang. Di
situ terdapat banyak bahan makanan. Orang-orang dari pulau itu adalah perampok
yang paling besar di dunia, kekuatannya besar dan perahunya banyak. Mereka
berlayar untuk merampok dari negeri mereka sampai ke Pegsu, dan dari negeri
mereka sampai ke Maluku, Banda dan semua pulau di sekitar Jawa… Ada pasarnya ke
mana mereka mengirim barang-barang rampokan dan menjual budak yang mereka
tangkap. Mereka berlayar keliling pulau Sumatera. Pada umumnya mereka bajak
laut. Oleh orang Jawa, mereka disebut Bajuus (Bajo) dan orang Melayu menyebut
mereka Celates (orang Selat). Barang-barang mereka dibawa ke Jumaia(?), di
dekat Pahang, tempat mereka berjualan dan melangsungkan perdagangan secara
berkala. Mereka membawa beras yang putih sekali dan sedikit emas. Mereka
membawa pulang kain bertanggis, kain dari Cambai dan sedikit dari Benggala dan
Keling bersama banyak luban Jawi dan dupa. Pulau itu banyak penduduknya, banyak
dagingnya, perbekalan berlimpah-limpah. Lazimnya kaum laki-laki memakai keris,
dan mereka kuat-kuat. Mereka berlayar pulang pergi dan ditakuti dimana-mana,
sebab memang semua perampok patuh kepada mereka, sebab memang pantas dipatuhi”. [5]
Kedatangan Orang Portugis di Makassar dan
Cerita Kejatuhan Malaka
De Paiva, seorang
Portugis pada tahun 1542 mendarat di Makassar. Dalam laporannya yang tertulis
dalam Couto Decades p. 78, de Paiva menyebutkan bahwa ketika ia mendarat di
Pulau Celebes di siang hari, ia telah bertemu dengan orang-orang Melayu di sore
hari. Dan mengatakan, mereka mendiami perkampungan Melayu dengan susunan
masyarakat yang teratur dan sudah berdiri sejak tahun 1490.
In 1542, Antonio de Paiva a Portuguese adventurer landed at noon, an old kingdom on the southern coast of Makassar. De Paiva declared on landing he had met the Malays in the
afternoon. They inhabit
the village Malays with an orderly arrangement of the community since 1490. [6]
Laporan De Paiva diatas senada dengan catatan Kerajaan Gowa (Lontara
Patturioloanga ri Gowa) yang mengatakan bahwa dimasa Raja Gowa ke-IX, Karaeng
Tumapaqrisiq Kallonna yang memerintah dari tahun 1510-1546, orang Portugis berlabuh
di Makassar. Selain itu disebutkan pula, bahwa Malaka jatuh ketangan Portugis
ditahun yang sama ketika Gowa mengalahkan Negeri Garassi.
...iyaminne
Karaenga maulukana Lu’ka; Datuq Matinroa ri Wajoq; maulukana Karaeng Salumeko;
nikanaya Magajaya; Iyami anne Karaeng ampareki palili Sanrabone; Jipang;
Galesong; Agangnionjoq; Kawu; Pakombong; iyatonji
uru nasorei Paranggiya; julu taungi nibetana Garassi; nibeta todong Malaka ri
Paranggia; anne karaenga; ri magauqna; taena palukka ri paqrasanganga; [7]
...Inilah Karaeng
yang membuat kesepakatan dengan orang Luwu, Datu Matinroa ri Wajo. Yang membuat
perjanjian dengan Karaenga ri Salumekko yang disebut Magajaya. Inilah Raja/Karaeng
yang menjadikan pilili (pengikut) Sanrabone, Jipang, Galesong, Agangnionjoq,
Kawu, Pakombong. Dimasa Raja inilah juga orang Portugis berlabuh untuk pertama kalinya (di Makassar). Di tahun yang sama Dia menaklukkan Garassi,
Melaka juga ditaklukkan oleh Portugis. Selama pemerintahan Karaeng ini, tidak
ada pencuri di dalam negeri.
Tiga tahun
berikutnya setelah kedatangan De Paiva ke Makassar, datang pula Manoel Pinto, yang
juga adalah seorang yang berkebangsaan Portugis, berkunjung pada tahun 1545 ke
Makassar. Mengatakan bahwa ketika itu orang Melayu yang tinggal di perkampungan
melayu berjumlah sekitar 40.000 jiwa.[8] Jumlah yang sangat banyak untuk ukuran ketika itu.
Orang Melayu Datang Meminta Perlindungan Khusus Pada
Raja Gowa
Karaeng Tumapaqrisiq Kallonna meninggal. Karaeng Tunipallangga menggantikannya memerintah di Gowa
sebagai Raja Gowa yang ke-X (1546-1564). Situasi inilah yang rupanya dimanfaatkan
oleh orang-orang melayu yang sudah tinggal menetap di Makassar untuk datang
meminta perlindungan khusus pada Raja Gowa yang baru, yang mana di wakili oleh
Nahkoda Bonang. Sebagaimana dikisahkan dalam Lontara Patturioloanga ri Gowa
(Catatan Resmi Kerajaan Gowa).
...iyatommi
napappalaki empoang jawa nikanaya Anakoda Bonang; naiya erang-eranna ri
karaenga; napalaqna empo kontua anne; kameleti sibatu; belo sagangtujupulona
sowonganna; sakalaq sikayu; biluqluq sikayu; cinde ilau sitannga kodi; nakana
Anakoda Bonang ri Karaenga Tunipalangga; appaki rupanna kupalaq-palaka ri
katte; karaeng; nanakanamo karaenga; apa; nakanamo; kupalaki; tanipantamaiya
embamang; tanipanaikiya ballammang; tanigayanga; ponna niaq anammang;
tanirappunga; ponna niaq salammang; naniiyoi ri karaenga; nakana karaenga
tedongkujanjo maposo; nakuparamme; mabattalaq; nakutaroi; alaikaupa seng;
parangku tau; naiyajiya tamamunoako ri buttaku; punna takuassenga; nakana
todong karaenga; siapai rupanna nupailalang kana-kana; nakanamo Anakoda Bonang;
sikontuka; ikambe malipaq baraya; kontui; pahanga; Patania; Campaya;
Marangkaboa; Johoroka; [9]
...Pada Karaeng inilah, Nahkoda Bonang
meminta sebuah perkampungan Melayu (Empoang Jawa). Ketika itu, dia (Nahkoda
Bonang) mempersembahkan : sepucuk senapan (kamaleti?); delapan puluh junjungan;
se-ekor (sakalaq?);
se-ekor (biluqluq?); dan setengah kodi (cindeilau?); Berkata
Nahkoda Bonang ke Karaeng Tunipalangga, 'Ada empat hal yang saya minta dari
Tuanku. "Berkatalah Karaenga, 'Apa?' Dia berkata, kami meminta untuk tidak
dimasuki pekarangan kami, tidak dinaiki rumah kami, tidak di tuntut pembayaran,
jika ada anak-anak kami, tidak menyita barang-barang kami jika ada di antara kami
melakukan kejahatan. "Hal ini disetujui oleh Karaenga/Raja. Raja/Karaenga selanjutnya
mengatakan, 'Sedangkan kerbau saya saja jika sudah lelah, saya akan istirahatkan
di air. Jika beban itu berat, saya akan meletakkannya sebagian. Apalagi engkau
sesamaku manusia. 'Kemudian Raja/Karaenga berkata kepada Nahkoda Bonang, Akan
tetapi janganlah engkau melakukan pembunuhan di dalam Kerajaanku di luar sepengetahuanKu”.
"Lanjut Raja/Karaenga bertanya lagi," Untuk siapa anda berbicara ini?
Berkata Nahkoda Bonang kepada Raja/Karaenga, 'Semua dari kami yang bersarung
ikat. Yaitu, Orang-orang Pahang, orang-orang Patani, orang-orang Campa, orang-orang
Minangkabau, orang-orang Johor.
Raja/ Karaeng Sanrobone (Karaeng Tunibatta)
Menikah Dengan Orang Barus
Karaeng
Tunibatta adalah Karaeng/Raja Sanrobone ke-4. Sebagaimana di katakan dalam
Lontara Patturioloanga ri Sanrobone (Catatan resmi Kerajaan Sanrobone), bahwa
beliau mempunyai istri yang berasal dari Kerajaan Barus yang disebut I Ganna
Bilang. Dari istrinya ini lahirlah Tumenanga Ri
Parallakengna, Karaeng/Raja Sanrobone ke-5.
...naiya tumenanga ri parallakengna, jawa
angrongna, jawa barusu arengna pakrasanganna, iyami ni areng i ganna bilang, na
iya monne tumenanga ri parallakkengna ambaineyangi saribattangna tunijallo,
nikanaya karaeng mapekdaka, areng kalengna, iyangku mabassung, nikana i
tamakebo, iyaminne angnganakkangi tumenanga ri campagana sisaqribattang. [10]
... Tumenanga ri parallakengna, jawa
ibunya, jawa Barus namanya daerahnya, ialah yang disebut I Ganna Bilang, dan
inilah tumenanga ri parallakengna yang memperistrikan saudara dari Karaeng
Tunijallo (Gowa), yang disebut Karaeng Mapekdaka, nama pribadinya, semoga saya
tidak durhaka, disebut I Tamakebo, inilah yang melahirkan Tumenanga ri
Campagana bersaudara.
Negeri Paser, Negeri Kutai Menjadi Wilayah
Kekuasaan Kesultanan Gowa Tallo.
Sebagaimana
di kisahkan dalam Lontara Patturioloanga ri Tallo (Catatan resmi Kerajaan
Tallo), bahwa pada masa pemerintahan Raja Tallo VI, I Mallingkaang Daeng
Manyonri Karaeng Matoaya Kerajaan Pasir, Kerajaan Kutai di Kalimantan menjadi wilayah
suaka (kerajaan lindungan) dari Kesultanan Gowa Tallo.
...iyatompa
anne karaeng; namataqgala ri katte Salaparanga ri Bali; Pasereka; Barowa;
Kutea; iami anne karaeng; ampasuluki Karaenga assuluka; antannangi magauq
Tumamenang ri Gaukanna; iatompa anne karaeng makgauq; namajannang Paranggia ri
Mangkasaraq; [11]
...baru dimasa Karaeng inilah, Selaparan di
Bali, Paser, Barowa (Baru?), Kutai menjadi daerah lindungan (suaka politik)
dari Kerajaan Gowa Tallo. Karaeng inilah yang mengeluarkan Karaeng Assuluka, yang
mengangkat Tumamenang ri Gaukanna sebagai penguasa (Raja Gowa). Baru dimasa Karaeng
ini pulalah orang Portugis betah tinggal di Makassar.
Petualangan Daeng Magappa di Negeri Johor
Daeng Magappa adalah anak dari
Raja Gowa Karaeng Tunijallo. Sebagaimana dikatakan dalam Lontara Patturioloanga
ri Gowa (Catatan resmi Kerajaan Gowa), bahwa I Daeng Magappa meninggal di Johor,
oleh karena itu digelar juga Tumatea ri Joroq (yang meninggal di Johor).
...sitau pole
bainenna nikana Karaenga ri Popo; sariqbattanna tonji Karaenga Iwaraq; areng
kalenna nikana I Bungko; iyami naayaang Karaenga ri Ballaq Jawaya; areng
kalena; iangku mabassung nikana I Sikati; iyami naayang I Daeng Magappa; Matea ri Joroq; [12]
...istri
lain dari Karaeng Tunijallo ada yang disebut Karaenga ri Popo, saudara kandung
dari Karaeng I Waraq sendiri. Nama pribadinya adalah I Bungko. Dia adalah ibu dari Karaenga ri
Ballaq Jawaya, yang namanya pribadinya, semoga saya tidak durhaka, di sebut I
Sikati, yang juga adalah ibu dari I Daeng Manggappa, yang Mati di Johor.
Datuk Maharajalela dan Rombongan tiba di
Makassar dan Perkampungan Melayu di Salajo. [13]
Dalam
tahun 1632 Rombongan Migran Melayu dari Patani tiba di Makassar. Rombongan
besar ini dipimpin oleh seorang bangsawan Melayu dari Patani bernama Datuk
Maharajalela. Turut serta dengannya, kemanakannya yang bergelar Datuk Paduka
Raja bersama istrinya yang bergelar Putri Senapati. Raja Gowa memberinya tempat
di sebelah selatan Somba Opu, Ibu Kota Kerajaan Gowa. Di sebuah kampung yang
bernama Salajo. Oleh karena itu
kampung Salajo disebut juga kampung Patani karena merupakan perkampungan Melayu asal Patani, migran Melayu yang masuk ke Sulawesi.
Hingga saat ini, dikampung Salajo didapati kuburan
yang sampai
saat ini ramai dikunjungi
peziarah, menurutnya kuburan ini merupakan kuburan Datuk Rajja. Masyarakat
sekitarnya menyebutnya kuburan "Jawa Patani". Tak begitu jauh dari Salajo di kampung Balla Parang
terdapat kompleks pekuburan orang Melayu dimana Datuk Mahkota dan Datuk Leang
Abdul Kadir dikuburkan.
Datuk
Leang Abdul kadir bersama istrinya, Tuan Fatimah dikenal sebagai cikal bakal
keluarga Melayu asal Patani di Salajo, sedang Datuk Makkota bersama istrinya
Tuan Sitti adalah cikal bakal keluarga Melayu Minangkabau dari Pagarruyung di
Salajo, sebuah perkampungan di sebelah timur kerajaan Sanrobone, daerah
Kerajaan Gowa.
Demikian data dan fakta yang penulis bisa paparkan akan peristiwa sejarah yang melibatkan orang-orang Melayu dan Makassar pada abad ke-14 hingga abad ke-16, kiranya tulisan ini dapat menjadi bahan yang berguna bagi penulis atau peneliti lainnya dimasa yang akan datang.
Bermula dari perjalanan Karaeng Tunilabu ri Suriwa. Perjalanan inilah yang menjadi tonggak awal, hubungan muhibah antara Melayu dan Makassar dimasa-masa berikutnya. Bahwa Sultan Mansur Syah mengirim utusan ke Gowa, terjadinya migrasi orang-orang melayu ke Makassar, termasuk kisah-kisah yang terjadi di abad ke-17 hingga abad ke-19 setelah perjanjian Bungaya dilaksanakan. Kisah Daeng Mangalle di negeri Siam, kisah Lamaddukkelleng di negeri Paser, Kisah Opu Tanriborong Daeng Rilekke bersama kelima putra dan keturunannya di tanah Semenanjung, kesemuanya terjadi bukan tanpa sebab, akan tetapi terjadi karena hubungan baik antara Melayu dan Makassar. selama dua abad lamanya. @dp
Referensi :
[1] A. Samad Ahmad, Sulalatus Salatin, 1979, prolog.
[2] Lontara Patturioloanga ri
tuTalloka.
[3] A. Samad Ahmad, Sulalatus Salatin, 1979,
hal. 100-105.
[4] Lontara Patturioloanga ri
tuTalloka.
[5] Ahmad M. Sewang, Islamisasi
Kerajaan Gowa:Abad XVI sampai abad XVII, 2004, hal.17. Baca pula, catatan
The Suma Oriental of Tom Pires, Jilid 1 (London: The Hukluyt Society, 1944;
226-227). Catatan lain Tomé Pires, yang diterjemahkan oleh Armando Cortesão dan
Francisco Rodrigues dalam The Suma Oriental of Tome Pires: an account of the
East, from the Red Sea to China (2005: 233).
[6] Ch. Pelras: Sulawesi
Selatan sebelum datangnya Islam berdasarkan kesaksian bangsa Portugis dalam Citra Masyarakat Indonesia, Jakarta: YRS, 1983.
[7] Lontara Patturioloanga ri Gowa.
[8] Ch. Pelras: Sulawesi
Selatan sebelum datangnya Islam berdasarkan kesaksian bangsa Portugis dalam Citra Masyarakat Indonesia,...
[9] Lontara Patturioloanga ri
Gowa.
[10] Lontara Patturioloanga ri
Sanrobone.
[11] Lontara Patturioloanga ri
Tallo.
[12] Lontara Patturioloanga ri
Gowa.
[13]
A
Rasyid Asba, Keserumpunan Melayu Bugis,... lihat pula: Sejarah
Keturunan Indonesia Melayu (K.K.I.K.M) Makassar.
Terima Kasih sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita
Terima Kasih sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita
Video Pilihan
Comments
Post a Comment