Benteng Rotterdam Dari Masa Ke Masa
Fort Rotterdam atau Benteng Rotterdam adalah salah satu benteng peninggalan VOC Belanda di Indonesia, terletak di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.
Sejarah Awal
Sebelum benteng ini bernama Fort Rotterdam, benteng ini dahulunya bernama Benteng Ujung Pandang. Benteng Ujung Pandang adalah merupakan salah satu benteng pertahanan milik kerajaan Gowa-Tallo. Disebut Benteng Ujung Pandang karena benteng ini terletak di wilayah/ daerah yang bernama Ujung Pandang.
Benteng Ujung Pandang dibangun pada tahun 1634[1] oleh Sultan Abdullah Awawul Islam[2] atau yang lebih populer dengan nama Karaeng Matoaya sebagaimana tercatat dalam Lontara Patturioloanga ri tuTalloka (catatan resmi kerajaan Tallo) :
iyatomminne Karaeng ambata batui ujung pandang; panakkukang; ujungtana; ampapparekangi timungang nikalokalo Somba opu
karaeng inilah pula yang membangung ujung pandang dengan batu bata, pannakkukang; ujungtana; yang membuatkan pintu nikalokalo pada benteng Somba Opu
Benteng Ujung Pandang di Kuasai VOC
Benteng Ujung Pandang di kuasai oleh Kompeni Belanda sebagai bagian dari perjanjian Bungaya. Perjanjian Bungaya adalah sebuah perjanjian perdamaian yang ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya antara Kesultanan Gowa yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan pihak Kompeni Belanda yang diwakili oleh Laksamana Cornelis Speelman. Dalam perjanjian ini, Kerajaan Gowa diharuskan untuk menyerahkan Benteng Ujung Pandang kepada Kompeni Belanda.
pasal 11 Perjanjian Bungaya : Benteng Ujung Pandang harus diserahkan kepada kompeni dalam keadaan baik, bersama dengan desa dan tanah yang menjadi wilayahnya.
Benteng Ujung Pandang diduduki oleh Kompeni Belanda, mereka merubah nama benteng ini menjadi Fort Rotterdam. Benteng ini pertama kali diduduki oleh Belanda pada tanggal 21 November 1667[3] yakni tiga hari setelah diadakannya Perjanjian Bungaya. Sejak saat ini benteng Rotterdam digunakan oleh Belanda sebagai markas militer dan pusat pemerintahan regional Belanda sampai tahun 1930an. Antara tahun 1673 dan 1679 mereka sepenuhnya membangun kembali benteng ini diatas area benteng lama. Sejak saat inilah benteng ini mempunyai julukan "Benteng Pangnyua" karena bentuknya yang mirip kura-kura atau penyu[4] , (lihat gambar)
Bentuk Benteng Rotterdam Abad Ke-18 (19) |
Dari gambar ini, dapat pula kita lihat bahwa dahulu kala Fort Rotterdam seluruhnya dikelilingi oleh parit besar; terdiri dari enam Bastion yakni Bastion Bone yang terletak di sebelah barat, Bastion Buton disudut barat laut, Bastion Bacan di sudut barat daya, Bastion Ambon di sudut tenggara, Bastion Mandar di sudut timur laut, dan satu bastion terpisah yang terletak di sebelah timur yang diberi nama Ravelin. Benteng ini dilengkapi dengan dua pintu masuk utama yakni pintu gerbang timur dan pintu gerbang barat.
Pada awalnya (awal berdirinya benteng Rotterdam) yakni pada akhir abad ke-17, benteng ini hanya di lengkapi dengan 5 bastion yakni : Bastion Bone, Bastion Buton, Bastion Bacan, Bastion Ambon, Bastion Mandar. Di abad ke 18 barulah benteng ini di lengkapi dengan 6 bastion.
Bentuk Benteng Rotterdam pada akhir Abad ke-17, nampak dari darat/ sisi sebelah timur
|
Hingga saat ini sebagian besar bangunan Benteng Rotterdam masih dapat kita saksikan kecuali satu bagian bangunan yakni bangunan bastion sebelah timur yang sudah runtuh.
Saat ini Benteng Rotterdam menjadi salah satu objek wisata di Kota Makassar. Oleh pemerintah Republik Indonesia, benteng ini ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya Peringkat Nasional pada tanggal 17 Januari 2014 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 025/ M/ 2014.
Pada tahun 1937, Benteng Rotterdam diserahkan oleh Pemerintah Belanda kepada Yayasan Fort Rotterdam. Pada tahun 1938 berdiri Celebes Museum, museum ini ditutup pada masa pendudukan Jepang. Pada tanggal 23 Mei 1940 bangunan ini didaftar sebagai monumen bersejarah dengan Nomor Registrasi 1010 sesuai Monumenten Staatsblad Tahun 1931. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), Benteng Rotterdam digunakan sebagai pusat penelitian ilmu pertanian dan bahasa. Pada tahun 1945-1949, Benteng Rotterdam digunakan sebagai pusat kegiatan pertahanan Belanda dalam menghadapi pejuang-pejuang Republik Indonesia. Pada tahun 1950 benteng sempat menjadi tempat tinggal anggota TNI dan warga sipil, sebelum jatuh kembali ke tangan Belanda pada tahun yang sama dalam rangka pembentukan Negara Indonesia Timur dan dijadikan Pusat Pertahanan Tentara Koninklijke Nederlandsch Indische Leger (KNIL) untuk menghadapi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pada tahun 1970, Benteng Rotterdam dipugar oleh Pemerintah dan difungsikan sebagai perkantoran. Kemudian pada tanggal 27 April 1977, kantor Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Wilayah IV ditempatkan di benteng ini. Salah satu gedung di dalam kompleks benteng difungsikan sebagai Museum yakni museum La Galigo[5]. Museum La Galigo adalah museum cagar Provinsi Sulawesi Selatan yang menyimpan kurang lebih 5000 koleksi. Koleksi tersebut meliputi koleksi prasejarah, numismatic, keramik asing, sejarah, naskah, dan etnografi. Selain itu, benteng ini juga sekarang menjadi pusat kebudayaan Sulawesi Selatan. @dp
Catatan kaki :
[1] Lontara Bilang Gowa Tallo : 14 Safar 1044 bertepatan dengan 9 Agustus 1634 nauru nibata Ujung Pandang.
[2] Lontara Patturioloanga ri TuTalloka, iyatomminne Karaeng ambata batui ujung pandang.
[3] Lontara Bilang Gowa Tallo : 6 Jumadil akhir 1078 bertepatan dengan 21 November 1667 nanaempoi Jumpandang Balandaya.
[4] Pemugaran, Proyek (1986), Pemugaran benteng Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, Marlborough, Bengkulu, Duurstede, Maluku (in Indonesian). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. hal. 9.
[5] Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 025/ M/ 2014.
Terima Kasih sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyaceritaofficial
Video Pilihan
Comments
Post a Comment