Hikayat Kerajaan-Kerajaan Hindu di Nusantara

situsbudaya.id_candi dien

Bermula; maka tiada kita ketahui, apabila orang Hindu mendapati tanah Hindia (Nusantara), tambahan lagi tiada juga tentu pulau yang mana mula-mula disinggahinya; tetapi sepanjang kabar orang pada abad yang kedua pulau Jawa sudah diduduki oleh orang Hindu. Adapun pokok hikayat, yang menyatakan hal tanah Hindia (Nusantara) pada zaman purbakala, yaitu surat dan barang, yang tinggal dari pada masa itu, upamanya surat yang terukir pada berhala dan pada batu dan loyang yang berkeping-keping, ada juga yang terukir pada batu besar di lereng gunung. Maka surat itu sedikit saja, serta setengahnya sampai sekarang belum terfaham artinya.

Lagi pula ada banyak dongeng dan syair dari zaman dahulu; tetapi tiada berapa gunanya, sebab dalam ceritera itu diriwayatkan dewa-dewa Hindu dan orang yang sakti, sebagai Arjuna dan Krisna dan Bima.

Meskipun hikayat yang lama (babad) itu tiada benar, tetapi tidak ada kabar dari pada zaman dahulu yang lain; oleh karena itu dibawah ini diriwayatkan beberapa kerajaan Hindu sepanjang babad Jawa itu.

Alkisah, maka tersebutlah perkataan seorang orang Hindu, yang bernama Aji Saka. Maka orang itu membunuh Raja di Mendang Kamulan dengan tipu daya, adapun raja itu adalah raksasa serta biasanya memakan orang dagang, yang masuk kedalam negerinya. Kemudian Aji Saka menjadi raja di situ, maka terlalu baik pemerintahannya, dihaluskannya adat anak buahnya, dan di ajarkannya tarik Hindu dan huruf Jawa. Adapun kerajaan Mendang Kamulan tiada tentu tempatnya: entah keraton Aji Saka di Blora, entah di Prambanan.

Setelah kerajaan Mendang Kamulan hilang, maka muncullah beberapa kerajaan, yaitu kerajaan Ngastina di gunung Dien, kerajaan Daha di Madiun, kerajaan Jenggala di Sidoarjo.

Hatta, maka Raja Jenggala yang amat mashur Lembu Hamiluhur namanya, pada masa kecilnya ia belajar di Hindustan. Maka puteranya bernama Panji Ina Kerta Pati; dan menjadi pangkal beberapa ceritera wayang; ia dipuji amat sangat karena beraninya dan kepandaiannya dan bijaksananya yang tiada berhingga; pada akhirnya ia mati kena tombak dalam perang dengan orang Madura.

Syahdan, setelah kerajaan Jenggala habis binasa oleh air besar dan gempa, maka raja berangkat ke tanah Jawa sebelah barat, lalu di dirikannya kerajaan Pajajaran; keratonnya di negeri Giling Wesi dekat Cianjur.


Maps Kota Cianjur

Maka kata sahibul hikayat ada seorang anak raja di Pajajaran, Raden Tanduran namanya maka iapun di halaukan oleh adiknya. Maka sekali peristiwa, Raden Tanduran bertemu dengan seorang orang bertapa, maka orang itu memberi nasehat kapadanya, katanya : Apabila Tuanku mendapati buah maja yang pahit rasanya, baiklah Tuanku membuat kota disitu, niscaya kota itu akan menjadi mashur pada seluruh bumi. Maka pada suatu hari Raden Tanduran duduk di bawah pohon kayu, sambil di makannya buah maja; kebetulan buah itu pahit rasanya, sebab itu Raden Tanduran, terkenang akan perkataan orang bertapa itu, lalu disuruhnya pengiringnya membuat keraton disitu, maka keraton itu menjadi pangkal Majapahit.

Syahdan, maka dalam babad itupun di ceriterakan, bahwa Majapahit dibangunkan dalam tahun 1300, akan tetapi pada zaman ini (masa ditulisnya hikayat ini) didapati orang sekeping loyang yang bersurat, bunyinya: bahwa maharaja Majapahit menganugerahkan sebidang tanah kepada seorang menteri pada tahun 840, jadi kemungkinan besar Majapahit didirikan orang lebih dahulu diri pada tahun 1300.

Adapun sampai sekarang ada bekas keraton dan candi Majapahit dekat desa Maja-agung di kabupaten Majakerta. Meskipun berjuta-juta batu tembok sudah di ambil orang akan membuat mesjid dan pabrik gula dan rumah dan jalan, tetapi sekarang ini (masa ditulisnya hikayat ini) lagi ada disitu beribu-ribu juta batu terserak-serak pada sebidang tanah yang amat luas. Akan keraton Maharaja temboknya 30 kaki tingginja, Istananya 40 kaki tingginja;  lain daripada keraton raja ada pula beberapa keraton sanak saudara Baginda.


Sketsa Keraton Maharaja Majapahit di Majakerta

Maka Maharaja memerintah ibu negeri dengan daerahnya saja; yang selebihnya terbagi atas beberapa bahagian, masing-masing beraja (bupati) sendirinya; maka raja itu wajib menghadap Maharaja dan menghantar upeti sekali setahun, dan lagi merika itu membantu Maharaja dalam perang.

Adapun orang besar-besar dan hulubalang dan menteri tiada makan gaji, melainkan dianugerahi Baginda sebidang tanah; tanah itu dikerjakan oleh anak buahnya, maka orang itu harus membuat pekerjaan negeri (pancen) serta mempersembahkan sebahagian hasil sawah ladangnya kepada tuannya.

Maka orang negeri dikampungkan oleh kepalanya: ada perkumpulan 1000 buah cacah (isi rumah); ada yang 100 buah, ada yang 50 buah dan ada yang 25 buah cacah.

Maka nama kepala kampung orang itu sekarang (sekarang = pada saat ditulisnya hikayat ini) juga dipakai di Sala dan Jogja.

Demikianlah pemerintahan dalam segala kerajaan Hindu serta dalam kerajaan Islam, yang didirikan kemudian dari pada itu di pulau Jawa.

Sebermula, maka dalam raja-raja Hindu di tanah Hindia tidak ada, yang lebih besar dan mulia dari pada raja-raja Majapahit. Maka kapalnya, baik kapal perang, baik kapal perniagaan berlayar sampai ke Hindustan dan ke benua Cina pun.


Miniatur Kapal Majapahit

Kalau orang Majapahit singgah di tanah yang asing, maka acap kali dibuatnya kampung disitu, diantara kampung itu ada yang menjadi bandar yang ramai; sebab itu jajahan Majapahit bertambah-tambah luas.

Syahdan, maka tanah dan pulau yang takluk kepada Maharaja di Majapahit. yaitu tanah Jawa tengah dan timur, pulau Bali, pulau Lombok (Selaparang), pulau Sumbawa, pulau-pulau Riau dan Lingga, Jambi, Inderagiri, Palembang, Pasai (teluk Semawe) pantai pulau Borneo, pulau-pulau Banda, pulau Serang (Ceram) dan pulau Ternate.

Maka dalam hikayat Melayu diceriterakan, bahwa Singapura pada masa itu amat ramai, maka negeri itu dibinasakan oleh rakyat Majapahit; serta Raja Singapura, Sri Iskandar Syah lari menyeberang selat Singapura, lalu mendirikan Malaka. Setelah beberapa lamanya maka negeri itu terlalu ramai, sehingga orang dagang banyak berpindah kesitu, terutama kampung Jawa di Malaka amat luas.

Hatta, maka pada abad yang ke empatbelas di pulau Perca tengah adalah sebuah kerajaan Hindu; akan tetapi barangkali rajanya takluk kepada raja Jawa sebelah barat; menurut batu bersurat, yang sekarang lagi ada di tanah datar, ada seorang raja, yang bernama Aditya Warman.


Batu Bersurat Peninggalan Raja Aditya Warman

Adapun kerajaan itupun diserang oleh balatentara Majapahit, setelah berperang kedua belah pihak itu beberapa lamanya, maka ditentukan oleh orang Melayu dan orang Jawa, bahwa diadunya kerbau dua ekor, maka bangsa orang itulah menang, yang kerbaunya mengalahkan kerbau yang lain. Kesudahannya kerbau Melayu menang, lalu orang Jawa pulang ke negerinya; kabar orang kerajaan Melaju itupun sejak masa itu dinamai kerajaan Menangkabau atau Minangkabau.

Catatan :
"Artikel ini diterbitkan disini/ditulis ulang tanpa perubahan maksud bahasanya yang asal"

Sumber : Hikayat Kerajaan-Kerajaan Hindu
Ditulis Ulang Oleh : Daeng Palallo

Terima Kasih sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita 

Video Pilihan


Comments

Popular posts from this blog

Lirik dan Terjemahan Lagu Tea Tonja

Lirik dan Terjemahan Lagu Julei ri Kau

LIRIK DAN TERJEMAHAN LAGU PANGNGUKRANGI