Kisah Tiga Negara di Sulawesi
Kisah
ini adalah sebuah kisah berlatar-belakang
sejarah abad ke-16. Kisah ini bercerita tentang tiga kerajaan di Sulawesi
bagian selatan, yakni : Gowa, Galesong dan
Bajeng1.
Kisah ini mengambil
referensi dari literatur sejarah maupun dari cerita rakyat yang turun temurun dituturkan
secara lisan oleh masyarakat ex tiga kerajaan tersebut.
Alur cerita
Kisah di mulai pada
masa pemerintahan Karaeng Tumapakrisik Kallongna di Gowa, memerintah dari tahun 1510 hingga tahun 1546, dan berakhir di masa pemerintahan Karaeng Tunipallangga, memerintah dari tahun 1547 sampai tahun 1565.
Bermula, ketika Raja Gowa Karaeng Tumapakrisik Kallongna berhasil mengalahkan negeri Garassi pada tahun 1511. Dari sini, kerajaan Gowa
terus mengadakan perluasan pengaruh maupun wilayah kekuasaannya di Sulawesi. Satu persatu penguasa negeri
ditaklukkannya : Katingang;
Parigi; Siang; Sidenreng; Lembangan; Panaikang;
Mandalle; Campaga; Sanrobone;
Jipang; Galesong; Agangnionjok; Kawu; Pakombong; baik
dengan jalan perang maupun dengan cara diplomasi. Negeri-negeri yang ditaklukkannya, ada yang dijadikannya palili (negara vasal), ada yang dijadikannya bawahan.
Alkisah, namun beberapa kali
upaya penaklukan kerajaan Bajeng oleh Raja Gowa, selalu mengalami kegagalan disebabkan karena orang Bajeng
memiliki pusaka sakti (gaukang dari Karaeng Lowe riBajeng) yang disebut I
Bukle, dan sebuah bendera yang disebut Djole-djoleya. Keduanya
bukan di buat oleh tangan manusia, tapi merupakan pusaka yang berasal dari
surga. Karena kedua pusaka inilah, orang-orang Bajeng dengan gagah berani maju
dan tak gentar di medan perang.
Di masa pemerintahan Karaeng Tumapakrisik Kallongna, kerajaan Gowa mengadakan
perjanjian perdamaian (maulukanai) dengan penguasa Bajeng yakni dengan Karaeng
Lowe ri Bajeng2.
Raja Gowa Karaeng Tumapakrisik Kallongna meninggal, anaknya yang di gelar
Karaeng Tunipallangga menggantikannya menjadi Raja Gowa. Karaeng Tunipallangga
naik tahta, beliau melanjutkan usaha perluasan kerajaan Gowa yang telah di
rintis oleh ayahandanya. Karaeng inilah yang mengalahkan Bajeng, sebagaimana
dalam kutipan lontara :
...Karaeng inilah yang mengalahkan Bajeng; mengalahkan Lengkese; orang Polongbangkeng3 semuanya.
Untuk mengalahkan Bajeng, konon raja Gowa terlebih dahulu mencari cara
supaya pusaka utama orang Bajeng yang disebut I Bukle itu
dapat berpindah tangan sebelum melangsungkan peperangan. Oleh karena itu, Raja
Gowa pun mendekati salah satu negara vasal-nya yakni Galesong. Penguasa besar Galesong,
yang disebut Karaeng Lowe ri Galesong yang juga adalah menantu dari penguasa Bajeng di beri tugas untuk
mengambil pusaka tersebut. Sebagai imbalan, Raja Gowa memberikan kepadanya Kampung
Bontowa atau Bontokaqdoqpepe dengan hutan yang disebut Tangkejonga dan
Pare’-Pare’. Demikian dibuatlah sebuah rencana, yakni dengan membuat sebuah
pesta di sebuah tempat yang disebut Talamangape. Selanjutnya diundanglah Raja Bajeng4 untuk hadir dalam pesta tersebut. Menjelang malam dibakarlah tumpukan kayu dan
dedaunan oleh orang-orang Galesong, dengan begitu nyala api menerobos naik ke
langit, sehingga cahaya api terlihat jelas dari lokasi pesta di Talamangape.
Melihat nyala api menjunjung naik ke langit, Karaeng Lowe ri Galesong berkata
kepada Raja Bajeng “Yaa Tuhan, lihat di sana, orang membakar negeri saya”.
Mendengar perkataan Karaeng Lowe ri Galesong tersebut, Raja Bajeng berjanji untuk membantunya, tapi kemudian salah seorang dari mereka tiba-tiba berkata: “Beri aku I Bukle saja, biar saya yang mengejar musuh”. Raja Bajeng pun setuju meminjamkan pusaka tersebut, I Bukle pun berpindah tangan. Demikian Bajeng dapat dikalahkan oleh Gowa pada perang selanjutnya. Namun karena sebab itu pulalah yang mengakibatkan status Karaeng Lowe Galesong (penguasa besar Galesong) menjadi hilang. Kampung (orang-orang) Aeng, orang-orang Sampulungang, orang-orang Bontolebang, orang-orang Sawakoeng Beba dan orang-orang Sawakoeng Towa mengundurkan diri dari persekutuan Karaeng Lowe ri Galesong, dan menjadi paklapa (pengikut) Gowa. Hilangnya embusan Galesong membuat Karaeng Lowe ri Galesong kehilangan gelar Karaeng Lowe, selanjutnya hanya dipanggil "Karaeng Galesong" saja.
Adapun orang-orang Bajeng yang terlibat dalam perang tersebut, setelah kekalahannya, seluruhnya dikumpulkan dalam satu daerah, dengan tujuan supaya orang Gowa bisa mengontrol atau mengawasi segala gerak gerik mereka dengan mudah. Disana mereka ditempatkan, hingga pada akhirnya membentuk kampung-kampung sendiri di sekitar daerah tersebut yakni : kampung Limbung, kampung Pammase, kampung Ballo dan kampung Mataallo. Sejak saat itulah, konon katanya muncul istilah tuPolongbangkeng5. @dp
Catatan kaki :
1) Bajeng adalah salah satu nama negeri di wilayah Polongbangkeng.
2) Karaeng Lowe ri Bajeng adalah nama salah satu penguasa Bajeng/ pendiri kerajaan Bajeng.
3) Polongbangkeng adalah nama wilayah; juga adalah wilayah kekuasaan karaeng Lowe ri Bajeng.
4) Raja Bajeng adalah penguasa Bajeng sesudah Karaeng Lowe ri Bajeng/ penerus Karaeng Lowe ri Bajeng.
5) tuPolongbangkeng, mempunyai maksud orang-orang yang berasal dari Polongbangkeng.
Penulis : Daeng Palallo
1) Bajeng adalah salah satu nama negeri di wilayah Polongbangkeng.
2) Karaeng Lowe ri Bajeng adalah nama salah satu penguasa Bajeng/ pendiri kerajaan Bajeng.
3) Polongbangkeng adalah nama wilayah; juga adalah wilayah kekuasaan karaeng Lowe ri Bajeng.
4) Raja Bajeng adalah penguasa Bajeng sesudah Karaeng Lowe ri Bajeng/ penerus Karaeng Lowe ri Bajeng.
5) tuPolongbangkeng, mempunyai maksud orang-orang yang berasal dari Polongbangkeng.
Penulis : Daeng Palallo
Referensi :
1. J.
Tideman, 1907, De Toe Badjeng En De Legende,
Takalar
2. Bundel Adat Sulawesi
3. Lontara Patturioloang Gowa
Terima Kasih sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita
Terima Kasih sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita
Video Pilihan
Dengan informasi sejarah yg berharga ini,kearifan lokal akan bertahan di tengah zaman yg serba canggih.
ReplyDeleteTerima kasih daeng Sitakka..dukung kami untuk terus berkarya.
ReplyDeleteterima kasih infonya....
ReplyDeletesangat menarik dan bermamfaat....
mantap....