PATTINGALLOANG, CENDEKIA BESAR MAKASSAR ABAD KE-17
img_palontaraq.id |
Abad ke 17. Inilah masa keemasan renaisans di belahan bumi Eropa. Masa ketika bangsa eropa memiliki optimisme besar dan yakin bisa menentukan nasib sendiri berbekal ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada abad 16, bangsa Eropa sudah
maju di bidang maritim. Mereka memiliki kapal yang lebih cepat, memiliki
teknologi kompas, peta, meriam diatas kapal dan teknologi lainnya. Ditambah
pengetahuan Geografi dan Astronomi, mereka mahir melintasi samudra. Di Portugis
misalnya, atas dorongan “Henry the Navigator”, adik raja, dunia maritim negeri
ini berkembang pesat. Perkembangan ini membuat
mereka menjelajah dengan motto gold,
gospel dan glory. Namun di belahan Dunia Timur, di Nusantara, cahaya renaisans
itu hampir-hampir tidak pernah menjadi perhatian kaum elitnya. Apalagi menjadi
bahan perdebatan. Mereka masih sibuk dengan kekuasaan dan perebutan wilayah.
Persis dalam situasi kebudayaan semacam itu, di Kesultanan Makassar,
hidup seorang pangeran bernama Karaeng Pattingalloang. Pangeran ini, meninggal
pada 1654, tulis Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa Silang Budaya, merupakan
orang pikiran unggul yang siap berinteraksi dengan orang-orang Eropa terbaik di
tanah airnya sendiri.
Pattingalloang adalah perdana menteri sekaligus penasehat utama Sultan Muhammad Said
(1639-1653) dari Kesultanan Makassar.
Dia juga ikut berniaga. Rekan bisnisnya terdiri atas orang-orang Ambon,
Portugis, Belanda, Manila, Siam, dan Golkonda atau Golla Konda di utara India. Pengalaman
lintas bangsa ini tampak berpengaruh pada penguasaan bahasa asing dan pandangan
dunianya yang mondial. Pattingalloang menguasai bahasa Portugis, Latin, dan
Spanyol. Hasrat dan gairahnya terhadap gagasan dan ilmu Barat luar biasa.
Pastor Alexander de Rhodes SJ, dalam laporannya ketika
singgah di Sulawesi mengatakan, Jika kita mendengar omongannya tanpa melihat
orangnya, pasti kita mengira bahwa dia adalah orang Portugis sejati. Dia
berbahasa orang Portugis sama fasihnya dengan orang Lisbon. Dia juga menguasai
dengan baik segala misteri kita, dan telah membaca semua kisah raja-raja kita
di Eropa dengan keingintahuan yang besar."De Rhodes SJ kelak masyhur
karena menciptakan huruf Latin untuk bahasa Vietnam. Namun yang lebih mengagumkan
dari Pattingaloang adalah cintanya kepada ilmu eksakta. "Dia selalu membawa
buku-buku kita, khususnya buku-buku mengenai matematika, yang mana dia sangat
ahli dan begitu besar cintanya kepada setiap bagian ilmu ini, tulis De Rhodes.
Pastor ini juga melaporkan Pattingalloang memiliki sebuah
perpustakaan besar, lengkap dengan koleksi berbagai buku dan atlas Eropa. Rasa
ingin tahu Pattingalloang yang ensiklopedis juga dapat dilacak dari daftar
pesanan barang langka (rariteiten) yang dimintanya. Pada 3 Agustus 1641, kepada
pemerintah di Batavia melalui Sultan Makassar, dia minta dikirimi lonceng yang
bunyinya bagus dan beratnya sampai 5
pikul. Kemudian pada 4 Juni 1948, dia mengharapkan mendapat sepasang unta, jantan
dan betina. Atas pesanan- pesanan itu, Pattingalloang bersedia membayar
biayanya.
Pesanan yang Menghebohkan
Namun pesanan terpanjang dan paling menarik adalah yang
dibawa ke Batavia pada 22 Juli 1644 oleh kapten kapal Belanda Oudewater, ketika
dia singgah di Makassar dalam perjalanan pulang dari Ambon. Pesanan itu, yang
dikirim ke Belanda pada bulan Desember tahun yang sama, bakal membuat sebagian
besar ilmuwan Eropa ngiler karena sangat mahal.
Karaeng Pattingalloang menyerahkan kepada kapten kapal Oudewater
itu 11 bahar kayu cendana seharga 60
real tiap bahar sebagai uang muka, dan meminta : “Pertama, dua bola dunia
yang kelilingnya 157-160 inci, terbuat dari kayu atau tembaga, guna menentukan
letak Kutub Utara dan Kutub selatan. Kedua, sebuah peta dunia yang besar
dengan keterangan dalam bahasa Spanyol, Portugis, dan Latin. Ketiga,
sebuah atlas yang melukiskan seluruh dunia dengan peta-peta yang keterangannya
ditulis dalam bahasa Spanyol, Portugis, dan Latin. Keempat, dua buah
teropong berkualitas terbaik yang bagus buatannya, dengan tabung logam yang
ringan, serta sebuah suryakanta yang besar dan bagus. Kelima, dua belas buah
prisma segitiga yang memungkinkan untuk mendekomposisi cahaya, Keenam,
3-40 tongkat baja kecil. Ketujuh, sebuah bola dari tembaga
atau baja." Tiga tahun kemudian, 15 Februari 1648, datang kiriman pertama
pesanan Pattingalloang dari Belanda. Dua tahun kemudian 15 November 1650,
datang bola dunia yang dikerjakan sendiri oleh Joan Blaeu. Inilah pesanan
terbesar yang pernah dibuat di bengkel kartograf termasyhur itu.
Joan adalah generasi kedua keluarga pembuat peta dan bola dunia
paling ternama di Amsterdam. Salah satu karyanya berupa atlas dunia berjudul
Atlas Novus (1635). Di masa itu, peta-peta keluaran Amsterdam diakui sebagai yang
terbaik sedunia. Ayahnya, Willem Janszoon Blaeu, tenar dengan karyanya Licht
der Zeevaert (Cahaya Navigasi) pada 1602, sebuah atlas bahari yang menyebar ke
seluruh dunia dengan sejumlah edisi, bahasa, dan judul yang berbeda.
Tampak benar Karaeng Pattingalloang meminati ilmu-ilmu yanq
sedang marak pada zamannya : matematika, geografi, astronomi, dan optik.
Orang-orang sezamannya terkesan dengan pesanannya yang luar biasa itu,
sampai-sampai penyair besar Belanda, Joost van den Vondel menggubah sajak bagi Sang Pangeran:
Bola dunia itu, Perusahaan Hindia Timur
Mengirimkannya ke rumah Pattingalloang Agung
Yang otaknya menyelidik ke mana-mana
Menganggap dunia seutuhnya terlalu kecil.
Kami berharap tongkat kekuasaannya memanjang
Dan mencapai Kutub yang satu dan yang lain
Agar keuzuran waktu hanya melapukkan Tembaga
itu,
bukan persahabatan kita.
Sebelas tahun setelah Karaeng Pattingalloang wafat, 1665,
terbit Atlas Maior karya Joan Blaeu. Dengan 594 gambar peta dan 3.000 halaman naskah,
karya ini merupakan pencapaian kartografik-artistik yang tak tertandingi sampai
kini. Di dua ujung Peta Dunia itu, terlihat dua sosok. Di belahan Barat tampak bapak
kartografi dunia modern awal: Gerard Mercator. Di belahan Timur, digambarkan Karaeng
Pattingalloang tengah mengukur jarak Celebes dari Kutub Utara.
Sumber tulisan http://www.vale.com/indonesia/EN/press/publication/Documents/
Judul Tulisan : Pattingalloang, Cendekia Besar Bugis Abad Ke-17
Penulis : -
Terima Kasih sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita
Video Pilihan
Penulis : -
Terima Kasih sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita
Video Pilihan
Mantap
ReplyDeleteSungguh sebuah pencapaian yg jarang di temui saat ini.
ReplyDelete