Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia Bagian Timur



Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia Bagian Timur
Oleh : Daeng Palallo

Walaupun sejauh ini belum diketahui secara pasti, kapan dan siapa yang pertama kali membawa Agama Islam masuk ke Sulawesi, namun yang pasti bahwa agama Islam mengalami perkembangan pesat pada abad ke-17 setelah Raja Gowa-Tallo menyatakan diri masuk Islam dan selanjutnya Islam dinyatakan sebagai agama resmi Kerajaan Gowa-Tallo. Raja pertama yang memeluk agama Islam ialah Karaeng Matoaya. Beliau masuk Islam pada malam jumat tanggal 9 Jumadil Awal 1014 Hijriah (22 September 1605)[1].

Karaeng Matoaya adalah Raja Tallo ke VI, bernama lengkap I Mallingkaang Daeng Mannyonri Karaeng Katangka TuMenanga ri Agamana Sultan Abdullah Awawul Islam. Digelar Sultan Abdullah Awawul Islam karena beliaulah raja  pertama yang mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan ulama yang berasal dari Kota Tengah (Minangkabau). Yang mengislamkannya ialah Khatib Tunggal Abdul Makmur atau Datok ri Bandang[2]. Karaeng Matoaya adalah Raja yang mengislamkan hampir seluruh kerajaan di Nusantara bagian timur.

Kerajaan Gowa-Tallo merupakan dua kerajaan kembar di Sulawesi yang biasa disebut kerajaan Makassar. Bahwa setelah Raja Gowa-Tallo menerima Islam, seluruh rakyat yang bernaung di bawah kerajaan harus menerima Islam sebagai agamanya. Dikatakan, hanya dalam waktu dua tahun setelah Raja Gowa-Tallo mengucapkan dua kalimat syahadat, seluruh rakyat Gowa dan Tallo pun sudah selesai di Islamkan, yang ditandai dengan diadakannya sembahyang Jumat pertama di Tallo pada tanggal 9 November 1607 (19 Rajab 1016) [3]. Selanjutnya Raja Gowa-Tallo melakukan islamisasi terhadap kerajaan-kerajaan lainnya di Sulawesi maupun di luar Sulawesi. Bulukumba, Bilusu, Sidenreng, Bilawa, Lamuru, Mario Irawa, Pattojo, Soppeng, Wajo, Bone, Tempe, Bulu Cenrana, Bilokka, Lemo, Campaga, Pationgi, Pekang Lakbu, Bima, Dompu, Sumbawa, Kengkelu, Papekat, Sanggar, Buton, tanaPancana, Wawonio, Tubungku, Banggae, Sula, Tual, Buol, Gorongtalo, Larompong, Topelekleng, Tobong, Maros, Kaluku, satu persatu ditaklukkan selanjutnya di masukkan dalam Islam termasuk beberapa kerajaan yang datang langsung meminta perlindungan kepada Raja Gowa-Tallo, dalam hal ini pada Karaeng Matoaya : negeri Selaparang, negeri Paser, negeri Barowa? dan negeri Kutai, sebagaimana di kisahkan dalam Lontara Patturioloanga ri Tallo (Catatan resmi Kerajaan Tallo).
.... iyaminne Karaenga ambetai Bulukumba pinruang; ambetai Bilusu; ampasombai Sidenreng; ampasombai Bilawa; sipue; ampasombai Lamuru; ampasombai Mario iwara; ampasombai Pattojo; ampasombai tuSoppenga; sipaliliq; ampasombai tuWajoka; sipaliliq; ambetai Bone; tunabetaya; iyangaseng napantama Isilangtumangnyombaya napantamai Isilang; tunabetaya napalilikangi; tumanyombaya napalilikangi; ammaradekangi Tempe sipue; Bulu cenrana; Wawoniyo; Bilokka; Lemo; Campaga; Pationgi; Pekang Laqbu; iatompa anne karaenga ambetai Dima pintallung; ambetai Dompu; ambetai Sambawa pinruang; ambetai Kengkelu; Papekang; ampalilikangi Sanggara; ampasombai Butunga; ambetai tanaPancana; Wawoniyo; ambetai Tubungku; Banggea; Sula; iatallu; ambetai Taulada; Buwolo; Golongtalo; ambetai Larompong; ambetai Topelekleng; pinruang; ampasombai Tobong; ambetai Marusuq; ampasombai I Daeng Marewa ri Kaluku; iyatompa anne karaeng; namataqgala ri katte Salaparanga ri Bali; Pasereka; Barowa; Kutea; [4]
....inilah Karaeng/Raja yang mengalahkan Bulukumba dua kali,  yang mengalahkan Bilusu, yang menundukkan Sidenreng; yang menundukkan Bilawa; sebagian; yang menundukkan Lamuru, yang menundukkan Mario Irawa; yang menundukkan Pattojo; yang menundukkan rakyat Soppeng; dan pengikut mereka;  yang menundukkan orang-orang Wajo; dan pengikut mereka;  yang mengalahkan Bone; orang-orang yang dikalahkannya; di masukkannya semua dalam Islam; orang-orang yang ditundukkannya; di masukkannya semua dalam Islam;orang-orang yang dikalahkannya; dijadikannya semua sebagai pengikut; orang-orang yang tunduk; dijadikannya semua sebagai pengikut; yang memerdekakan Tempe sebahagian; Buluq Cenrana; Wawonio; Bilokka; Lemo; Campaga; Pationgi; Pekang Laqbu; karaeng inilah pula yang mengalahkan Bima tiga kali; yang mengalahkan Dompu; yang mengalahkan Sumbawa dua kali; menjadikan Sanggar sebagai pengikut, mengalahkan Kenkelu, mengalahkan Papekat; mengalahkan Buton, mengalahkan tanah Pancana, Wawonio, mengalahkan Tubungku; Banggea; Sula; bertiga; yang mengalahkan Tual; Buol; Gorongtalo; yang mengalahkan Larompong; yang mengalahkan Topeleqleng; dua kali; menundukkan Tobong; yang mengalahkan Maros; yang menundukkan I Daeng Marewa di Kaluku; baru dimasa Karaeng ini pulalah orang Selaparang di Bali, negeri Pasir, negeri Barowa, negeri Kutai menjadi bagian dari kerajaan Gowa-Tallo;
Masuknya Islam di negeri Kutai, tak lepas dari peranan Karaeng Matoaya, sebagaimana di kisahkan dalam Lontara Patturioloanga ri Tallo  (catatan resmi Kerajaan Tallo) dan Risalah Kutai. Lontara Patturioloanga ri Tallo : bahwa pada masa pemerintahan Raja Tallo VI, I Mallingkaang Daeng Manyonri Karaeng Matoaya, Kerajaan Kutai di Kalimantan menjadi wilayah suaka (kerajaan lindungan) dari Kesultanan Gowa Tallo. Risalah Kutai : bahwa dua orang penyebar agama islam tiba di kutai pada masa pemerintahan Aji Raja Mahkota Mulia Alam (1545-1610). Yang menyebarkan adalah Dato’ ri Bandang  dan Tuan Tunggang Parangan dari Makassar. Datuk ri Bandang berangkat ke negeri Kutai untuk mengislamkan negeri tersebut, bersama Tuan Tunggang Parangan. Setelah pengislaman Aji Raja Mahkota Mulia Alam selesai, Dato ri bandang kembali ke Makassar, sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai. Demikian Raja Mahkota tunduk kepada keimanan islam. Setelah itu, segera dibangun sebuah masjid dan pengajaran agama dapat dimulai. Yang pertama sekali mengikuti pengajaran itu adalah raja Mahkota sendiri, lalu pangeran, para menteri, panglima, dan hulu balang, dan akhirnya rakyat biasa[5].
Demikian pula halnya di Sulawesi Tengah, masuknya Islam tak lepas dari peranan Karaeng Matoaya ataupun Raja Gowa Sultan Alauddin sebagaimana, Haliadi-Sadi, S.S., M.Hum., Ph. D. dan Dr. Syamsuri, M. Ag dalam tulisannya Sejarah Islam di Lembah Palu, bahwa agama Islam pertama kali diperkenalkan di Lembah Palu Sulawesi Tengah oleh seorang ulama yang bernama Datu Karama atau Abdullah Raqiy pada sekitar tahun 1606 hingga 1650. Abdullah Raqiy berasal dari Sepuluh Koto, Minangkabau. Beliau karena kekeramatannya sehingga orang Kaili di Lembah Palu menyebutnya dengan panggilan Datu Karama[6].
Oleh H.M. Noor Sulaiman dalam tulisannya Islam di Tanah Kaili menulis bahwa sebenarnya, bukan hanya tiga orang muballig yang datang di Makassar pada fase awal penerimaan Islam di wilayah ini tapi mencapai enam orang. Tiga orang selebihnya itu tidak bertugas di wilayah Propinsi Sulawesi Selatan sehingga namanya tidak masyhur di Makassar. Sulawesi Selatan pada waktu itu belum dikenal, namun Kerajaan Gowa di Makassar sudah mencapai wilayah kekuasaan yang ditempati ketiga muballig itu bertugas. Oleh karena itu penulis menyebut ada enam orang muballig Minangkabau yang datang di Makassar. Tiga orang muballig itu adalah Datuk Karama, Datuk Mongaji dan Datuk Mohammad Tahir. Datuk Karama bertugas menyebarkan Islam di wilayah Kerajaan Banawa (sekarang meliputi Kabupaten Donggala, Kota Palu dan Kabupaten Sigi Propinsi Sulawesi Tengah) dan Datuk Mongaji bertugas di wilayah Kerajaan Parigi (sekarang meliputi Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah) dan Datuk Muhammad Tahir bertugas di Kerajaan Buol (sekarang Kabupaten Buol, pemekaran dari Kabupaten Toli-Toli Propinsi Sulawesi Tengah) [7].
Moh. Ali dalam tulisannya Sejarah Penyebaran Islam... : Datuk Karama datang dengan sekelompok orang berjumlah 50 orang, mendarat di mulut Teluk Palu. Beliau membawa serta istrinya yang bernama Ince Jille, anaknya yang bernama Ince Sahari banong, Ince Dongko dan lainnya adalah pengikutnya. Mereka datang dengan alat-alat kebesarannya seperti Bendera Kuning, Panji Orang-Orangan, Puade, Jijiri, Bulo, Gong, dan Kakula (=Kulintang) [8].
Dari ketiga catatan diatas, akan masuknya agama Islam di Sulawesi Tengah, jelas semua mengarah ke Makassar, dalam hal ini pada orang Melayu Makassar. Dengan diagnosa bahwa kata Karama yang melekat pada diri Abdullah Raqiy, adalah merupakan istilah atau kosa kata bahasa Makassar yang berarti keramat dalam bahasa Melayu. Demikian pula gelar atau panggilan Ince yang merupakan panggilan atau gelar untuk keturunan Melayu Makassar, dan istilah-istilah lainnya seperti : Puade, Jijiri, Bulo, Gong, dan Kakula kesemuanya adalah merupakan kosa kata dalam bahasa Makassar.
Bahwa negeri Toli-Toli dan negeri Kaili di Sulawesi Tengah sudah menjadi daerah kekuasaan dari kerajaan Gowa-Tallo sejak masa Karaeng Tunipallanga, sebagaimana dikatakan dalam lontara Patturioloanga ri Gowa (catatan resmi kerajaan Gowa) : ... iyaminne karaenga ambetai tolitolikaili,[9] yang artinya Karaeng/ Raja inilah yang mengalahkan negeri Toli-Toli; negeri Kaili, sehingga tidak mengherankan jika kerajaan Gowa-Tallo mengutus penyebar Agama Islam ke wilayah tersebut.

Sekilas Tentang Pribadi Karaeng Matoaya
Karaeng Matoaya dikenal sebagai seorang Muslim yang taat, berpengetahuan, juga seorang pemberani sebagaimana digambarkan dalam kutipan berikut ini : Dikatakan bahwa Raja ini adalah seorang yang sangat alim (panrita); seorang pemberani; seorang yang berpengetahuan luas; wawasan yang mendalam; dan bijaksana; terampil dalam semua pekerjaan; baik pekerjaan laki-laki maupun kerajinan perempuan;  seorang yang jujur; tegak; dan baik hati; seorang yang pandai membaca; dan ramah; paham dengan bicara adat; mahir menangkap makna;  adil dalam berbicara; banyak membaca kitab; tidak pernah meninggalkan shalat; sejak memeluk agama Islam; hingga kematiannya; kecuali sekali yakni ketika ia menderita sakit dengan kaki yang bengkak tatkala orang Inggris mengobatinya dengan minuman keras, delapan belas hari lamanya ia tidak shalat; beliau banyak mengerjakan sembahyang sunat, seperti shalat sunat rawatib, witir, adduha, tasbih dan tahajjud; dia kerjakan semua; berkata iLoqmoq ri Paotere : paling sedikit sembahyang sunatnya dua rakaat; paling banyak sepuluh rakaat; setiap malam jumat; Ia melakukan sembahyang sunat tasbih; jika bulan Ramadhan; setiap malam ia sembahyang; membayar zakat emas, zakat fitrah; zakat beras; pada setiap tahunnya; banyak pahalanya; dan juga senantiasa berdoa; berkata Karaenga ri Ujung Pandang : dia banyak membaca kitab; banyak pula belajar morfologi arab dari Khatib Intang di Koja Manawara[10].

Catatan kaki : 
[1]  Lontara Patturioloanga ri tuTalloka : tallupulo taungi allima umuruqna; namantama Isilang; ri Hejera sicokkowanga assampulo angngappa; ri bangnginna bulang jumadel awwala; ri bangnginna jumaka; ri salapang banngina bulang jumadil Awal; ri Hera 1605; ri 22 September;
[2]  Lontara Patturioloanga ri Gowa : na sampulo taung angrua magauq; namantama Isilang; marangkabo ampasahadaki; kota wanga arengna paqrasanganna; katte tunggalaq areng kalenna;
[3]  Lontara Bilang Gowa-Tallo : nauru mammenteng jumaka ri Talloq uru sallanta ia anne bedeng bunduka ri Tamappalo
[4]  Lontara Patturioloanga ri tuTalloka
[5]  Risalah Kutai
[6]  Haliadi-Sadi, S.S., M.Hum., Ph. D. dan Dr. Syamsuri, M. Ag., Sejarah Islam di Lembah Palu.
[7]  H.M. Noor Sulaiman, Islam di Tanah Kaili, dari Dato Karama hingga SIS Aldjufri, (STAIN Datokarama Palu, 2001), h. 41.
[8]  Moh. Ali, Sejarah penyebaran islam pada masa datuk karama abad xvii di lembah palu, h. 161.
[9]  Lontara Patturioloanga ri Gowa
[10] Lontara Patturioloanga ri tuTalloka.

Artikel ini telah tayang di vebma.com dengan judul yang sama, penulis Daeng Palallo, link https://vebma.com/sejarah/sejarah-perkembangan-islam-di-indonesia-bagian-timur/26708 

Terima Kasih sudah membaca, silahkan di Share ke orang-orang terkedat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita ,dan temukan pula kami di Youtube http://bit.ly/2Po04uh
Video Pilihan


Comments

Popular posts from this blog

Lirik dan Terjemahan Lagu Tea Tonja

Lirik dan Terjemahan Lagu Julei ri Kau

LIRIK DAN TERJEMAHAN LAGU PANGNGUKRANGI