MAKASSAR BUKAN BUGIS MAKASSAR
Makassar Bukan Bugis
Makassar
Oleh : Tadjuddin Maknun
Universitas Hasanuddin
2015
2015
Abstrak
Di Sulawesi Selatan terdapat empat suku
bangsa (etnik), yaitu suku Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Namun, setelah
Provinsi Sulawesi Selatan dimekarkan menjadi Provinsi Sulawesi Barat,
kebanyakan wilayah yang didiami oleh suku Mandar masuk wilayah Provinsi
Sulawesi Barat. Wilayah yang didiami suku Bugis beserta semangat dan kebudayaan
yang dimilikinya, yaitu Kabupaten Bone, Wajo, Soppeng, Sidenreng Rappang,
Parepare, Sinjai, Bulukumba, Palopo, dan
Luwu. Wilayah yang didiami suku Makassar beserta
semangat dan kebudayaan yang dimilikinya pada umumnya berada di bagian selatan
jazirah Sulawesi Selatan, meliputi Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Takalar,
Jeneponto, Bantaeng, Selayar, Bulukumba (sebagian), Maros (sebagian),dan
Pangkajene Kepulauan (sebagian). Wilayah yang didiami suku Toraja beserta
semangat dan kebudayaan yang dimilikinya, yaitu Kabupaten Tana Toraja, Enrekang
(sebagian), dan Palopo (sebagian). Setiap suku mempunyai bahasa daerah
masing-masing. Bahasa Bugis untuk Suku Bugis, bahasa Makassar untuk suku
Makassar, bahasa Toraja untuk suku Toraja, dan bahasa Mandar untuk suku
Mandar.
Selama ini terdapat salah kaprah bahwa
seolah-olah tidak ada suku Makassar, yang ada hanya suku Bugis Makassar. Selain
itu, juga terdapat salah kaprah terhadap
pengertian kata Makassar. Untuk itu,
risalah ini bertujuan (1) menjelaskan pengertian kata Makassar ditinjau dari segi etimologi, terminologi, segi mitos, dan
sejarah; dan (2) menjelaskan eksistensi suku Makassar dengan beberapa cirinya
dari aspek budaya. Untuk mengkaji kedua masalah pokok tersebut, digunakan
beberapa pendekatan atau perspektif secara eklektik. Pendekatan yang dimaksud
adalah antropologi, linguistik, dan sejarah.
1.
Pengantar
Di Sulawesi Selatan
terdapat empat suku bangsa (etnik), yaitu suku Bugis, suku Makassar, suku
Toraja, dan suku Mandar. Namun, setelah Provinsi Sulawesi Selatan dimekarkan
menjadi Provinsi Sulawesi Barat, kebanyakan wilayah yang didiami oleh suku
Mandar masuk wilayah Provinsi Sulawesi
Barat (Kabupaten Majene dan Kab. Poliwali Mamasa). Wilayah yang didiami suku
Bugis beserta semangat dan kebudayaan yang dimilikinya, yaitu Kabupaten Bone,
Kab. Wajo, Kab. Soppeng, Kab. Sidenreng Rappang, Kab. Parepare, Kab. Sinjai,
Kab. Bulukumba, Kab. Palopo, dan Kab.
Luwu Utara, dan Kab. Luwu Timur. Wilayah yang didiami suku Makassar beserta
semangat dan kebudayaan yang dimilikinya
pada umumnya berada di bagian selatan jazirah Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten
Gowa; Kota Makassar;Kab. Takalar;Kab. Jeneponto;Kab. Bantaeng;Kab. Selayar;Kab.
Bulukumba (sebagian);Kab. Maros (sebagian); dan Kab. Pangkajene Kepulauan
(sebagian). Wilayah yang didiami suku Toraja beserta semangat dan kebudayaan
yang dimilikinya, yaitu Kabupaten Tana Toraja, Enrekang (sebagian), dan Palopo
(sebagian). Setiap suku mempunyai bahasa daerah masing-masing, yaitubahasa
Bugis untuk suku Bugis; bahasa Makassar untuk suku Makassar;bahasa Toraja untuk
suku Toraja; dan bahasa Mandar untuk suku Mandar.Bahasa-bahasa daerah tersebut
sampai sekarang masih aktif digunakan oleh masyarakat pendukungnya.
Selama
ini terdapat salah kaprah di kalangan masyarakat, baik kalangan akademisi
maupun kalangan awambahwa seolah-olah tidak ada suku Makassar, yang ada hanya
suku Bugis Makassar. Dengan kata lain, suku Makassar merupakan subordinasi dari
suku Bugis. Padahal kedua suku tersebut mempunyai perbedaan, baik dari segi
kebahasaan maupun kebudayaan. Selain itu, juga terdapat salah kaprah bahkan
sinis terhadap pengertian kata Makassar.
Untuk
itu, risalah ini bertujuan menjelaskan dua masalah pokok seperti berikut :
1. Pengertian
kata Makassar ditinjau dari segi
etimologi, terminologi, segi mitos, dan sejarah;
2. Eksistensi
suku Makassar dengan beberapa cirinya dari aspek budaya (budaya Makassar).
Penjelasankedua
masalah pokok tersebut diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih
komprehensif sehingga tidak lagi terjadi salah kaprah. Selain itu, dengan
adanya informasi ilmiah tentang kedua masalah
pokok tersebut dapat meningkatkan integritas dan menjalin harmonitas sosial budaya antarbangsa-bangsa
serumpun Melayu.
Untuk
mengkaji kedua masalah pokok tersebut, digunakan beberapa pendekatan atau
perspektif secara eklektik. Pendekatan yang dimaksud adalah antropologi,
linguistik, dan sejarah.
2.
Kajian
Pustaka
Seperti dikatakan
dalam pendahuluan bahwa risalah ini menggunakan pendekatan atau perspektif
secara eklektik, yaitu antropologi; linguistik; semantik; dan sejarah.
a.
Konsep
Antropologi
Secara
etimologi antropologi berasal dari
bahasa Yunani yang terdiri dari kata anthrophos
dan logos. Kata anthrophosmengandung makna ‘manusia, orang’ dan logos berarti ‘ilmu, kajian, telaah’(ipskreatif.pun.bz/pengertian
antropologi (diakses 13-10-2015)). Jadi, antropologi adalah ilmu tentang
manusia atau ilmu yang mempelajari, mengkaji, menelaah manusia.
Selanjutnya,dijumpai
beberapa pendapat tentang pengertian (terminologi) antropologi.Misalnya,
antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan seluk-beluknya secara
menyeluruh dan apa yang dihasilkannya. Pendapat lain mendefinisikan ilmu yang
mempelajari manusia dan semua apa yang dikerjakannya (Beals and Hoijen dalam id.ana.wikia.com/wiki/antropologi
(diakses 13-10-2015)). Selain itu, ada yang mengatakan bahwa antropologi adalah
salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari budaya masyarakat suatu etnis
(nurdewieryanti.blogspot.co.id/2013/06/antropologi.html (diakses 13-10-2015)). Pendapat terakhir ini sejalan dengan istilah
antropologi budaya(Koentjaraningrat, 1990: 13) atau semiotika budaya (Christomy
dan Yuwono (Ed.), 2004).
Salah satu aspek
kehidupan masyarakat yang dikaji oleh antropologi adalah mitos.Mitos (myth) adalah (1) cerita rakyat
legendaris atau tradisional, biasanya bertokoh makhluk yang luar biasa dan
mengisahkan peristiwa-peristiwa yang tidak dijelaskan secara rasional, seperti
cerita terjadinya sesuatu; (2) kepercayaan atau keyakinan yang tidak terbukti,
tetapi diterima mentah-mentah (Sudjiman dalam Udin, dkk., 1997: 9; Bakyr
(Koordinator Tim), 2003: 1802).
b.
Konsep
Linguistik
Linguistik
mempelajari bahasa dalam arti tuturan/lisan (parole) (Verhaar, 1978:3). Bahasa menurut Nida terdiri atas dua
lapis, yaitu lapis bentuk (form) dan
lapis arti/makna (meaning) atau
sejajar dengan konsep Chomsky, yaitu tataran permukaan dan tataran batin
(transbahasa.com/2013/09/27seri teori 2-teori penerjemahan-nida).Lapis bentuk
berkaitan dengan seluk-beluk pembentukan kata (proses morfologis) dan
seluk-bentuk penyusunan kalimat, klausa, frasa (proses sintaktis). Kedua proses
tersebut biasa disebut tatabahasa (gramatika).
Selanjutnya, lapis
arti/makna berkaitan dengan makna leksikal dan makna gramatikal. Kedua jenis
makna tersebut diselidiki oleh semantik. Semantik adalah cabang sistematik
bahasa yang menyelidiki makna atau arti (Verhaar, 1978: 9; Chaer, 1990: 2;
Djajasudarma, 1993: 2)
c.
Konsep
Sejarah
Untuk mengungkap nama
“Makassar” dari segi sejarah, ada baiknya terlebih dahulu diberikan pengertian
atau definisi sejarah itu sendiri. Beberapa pengertian atau definisi sejarah
menurut para ahli sejarah. Dalam risalah ini disebutkan antara lain Sartono
Kartodirdjo, Ibnu Kaldum, dan Ismaun. Sartono Kartodirdjo mengemukakan,
“Sejarah merupakan bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lalu, dan
untuk mengungkapkannya dapat melalui aktualisasi dan penetasa pengalaman masa
lalu. Menceritakan suatu kejadian adalah cara membuat hadirnya kembali
peristiwa tersebut dengan cara pengungkapan verbal. Ibnu Kaldum menjelaskan,
“Sejarah didefinisikan sebagai catatan tentang masyarakat umum manusia atau
peradaban manusia yang terjadi pada watak /sifat masyarakat itu. Adapun Ismaun
menjelaskan, “Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan tentang kisah mengenai
peristiwa-peristiwa yang benar-benar telah terjadi atau berlangsung dalam
segala aspeknya pada masa yang lampau. Sejarah merupakan catatan atau rekaman
pilihan yang disusun secara teliti tentang segala aspek kehidupan umat manusia
pada masa lampau (http://hedisasrawan.blogspot.com
/2014/01/04-pengertian-sejarah-menurut para ahli.html.
3.
Pembahasan
Dalam bagian ini
dibahas secara berturut-turut (1) tentang kata “Makassar” ditinjau dari segi
etimologi, segi terminologi, segi mitos, dan sejarah; dan (2) sekilas
kebudayaan Makassar.
a.
Tentang
kata “Makassar”
Kata “Makassar”
dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi etimologi, segi termonologi, segi
mitos, dan sejarah.
(1)
Segi
Etimolog
Dari segi etimologi kata “Makassar”
berasal dari kata “Mangkasarak”. Kata mangkasarak terdiri atas dua morfem,
yaitu morfem terikat “mang-“ dan
morfem bebas atau kata dasar (selanjutnya disingkat Kd)“kasarak”. Morfem terikat
(prefiks) mang- mengandung makna
gramatikal seperti berikut :
a) Memiliki
sifat seperti yang terkandung dalam kata dasarnya (morfem bebas);
b) Menjadi
atau menjelmakan diri seperti yang dinyatakan oleh kata dasarnya.
Selanjutnya, apabila morfem bebas kasarakbergabung dengan unsur lain,
seperti prefiks prefiks ak- dan
partikel penegas mi(pola struktur: ak-
+ Kd + mi). Partikel misepadan dengan partikel penegas lah dalam bahasa Indonesia; apabila Kdbergabung
dengan prefiks ak- dan pronomina
persona i (pola struktur: ak-
+ Kd + i). Pronomina persona i sepadan dengan penunjuk orang ketiga
tunggal, dia/ia dan jamak, mereka dalam bahasa Indonesia; apabila
Kd bergabung dengan unsur enklitik posesif –na
dan penanda jumlah ngaseng(pola
struktur: Kd + -na + ngaseng). Enklitik –na
sepadan dengan bentuk nya dalam
bahasa Indonesia; apabila Kd bergabung dengan prefiks si- dan sufiks -ang(pola
struktur si- + Kd + -ang) atau
(si-
+ Kd (Redup) + -ang) dapat
mengandung beberapa makna seperti:
a)
Jelas, nyata;
b)
Tampak
(dari penjelmaan);
c)
Besar
(lawan kecil);
d)
Terus
terang, tegas, berani, transparan
Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada contoh kalimat berikut.
-
Akkasarakmi angkanaya
...
‘jelaslah (nyatalah) bahwa ...’
-
Akkasaraki Nabitta ri
birin(g)na tamparanga.
‘Nabi menjelma (menampakkan diri) di
tepi laut/pantai
-
Kasarakna ngaseng
jukuk boluna.
‘besarnya semua ikan bandengnya’
-
Sikasarrang atau
sikasa-kasarriang.
‘berterus terang, transparan, tegas’
Dengan
demikian, kata “mangkasarak”
mengandung arti ‘memiliki sifat besar (mulia), tegas, berterus terang,
transparan, tegas, dan jujur. Makna inilah sampai sekarang dikenal sebagai
karakter orang Makassar, yaitu apa yang terungkap melalui bibir begitu pula di
hati. Karakter tersebut tergambar pula dalam ungkapan yang berbunyi “angkana mangkasarak”, maksudnya berkata
terus terang dengan penuh keberanian dan rasa tanggung jawab walaupun pahit. Dengan
kata lain, kalau ia diperlakukan dengan baik, ia berbuat lebih baik; kalau ia
diperlakukan dengan halus, ia bertindak lebih halus; kalau dihormati, ia lebih
hormat.
Karakter tegas dan berani serta bersedia
menanggung segala konsekuensi dari setiap kata dan perbuatannya, dijumpai pula
dalam kelong (nyanyian/puisi) seperti
berikut.
(1) Takunjungak bangung turuk
Na kugincirik gulingk
Kualeanna
Tallanga na toalia
(Basang,
1988)
Terjemahan
secara harafiah:
Tak begitu saja aku
mengikut angin
Dan aku putar
kemudiku
Aku lebih memilih
Tenggelam dari pada
kembali
Terjemahan secara
puitis:
Bila layar telah berkembang
Dan kemudi telah terpasang
Biarkan topan dan badai menghantam
Pantang surut ke pantai.
(2) Kubantunna sombalakku
Kutantang bayabayaku
Takminasayak
Toali tannga dolangang
Terjemahan secara
harafian:
Kupasang sudah layarku
Kurentang temaliku
Tak berharap saya
Kembali dari tengah samudera.
Terjemaan secara
puitis:
Bila layar telah kupasang
Temali telah kurentang
Aku tak berharap
Kembali dari tengah samudera
Selain dalam kelong,
karakter tersebut dijumpai pula dalam bentuk paruntukkana (peribahasa) antara lain “Kontunna
possok kala lempeka”, artinya ‘biar pesuk (lekuk-lekuk, ronyok) daripada
membengkok’ (Basang, 1988:7).
(2)
Segi
Terminologi
Pengertian kata Makassardari segi terminologi dapat disebutkan seperti berikut.
a.
Sebagai
nama suku atau enis yang mendiami sepanjang pesisir selatan jazirah Sulawesi
Selatan, memiliki bahasa sendiri dengan berbagai dialek yang digunakan dalam kehidupan
kebudayaan dan adat-istiadatnya, dan memiliki aksara yang disebut lontarak.
b.
Sebagai
nama kerajaan kembar Gowa Tallo dengan nama kerajaan atau kesultanan Makassar
yang puncak kejayaannya diletakkan oleh pahlawan nasional Sultan Hasanuddin.
c.
Sebagai
nama ibukota kerajaan Gowa, bandar niaga yang dikenal oleh dunia internasional
sejak permulaan abad ke-16 (Mattulada, 1991: 15).
d.
Sebagai
nama selat yang terletak di antara pulau Kalimantan dan pulau Sulawesi (Basang,
1988: 8).
e.
Sebagai
nama ibukota Provinsi Sulawesi Selatan yang sekaligus sebagai nama salah satu
wilayah pemerintah daerah (pemerintah kota), KOTA MAKASSAR telah dikenal oleh
dunia internasional sejak dahulu.
(3)
Segi
Mitos
Sampai sekarang masih
terpatri dalam hati masyarakat bahwa nama Makassar sebagai ibukota kerajaan
Gowa berhubungan erat dengan suatu peristiwa yang dialami oleh seorang raja di
Tallo. Peristiwa itu seperti dilansir oleh Basang (1988) dan Wahid (2007)
sebagai berikut.
Pada suatu hari
petugas istana melaporkan kepada Raja Tallo bahwa di tepi pantai sebelah barat
ada seorang laki-lakibersorban hijau dan berjubah putih. Ia melakukan gerakan
tertentu, tegak, bungkuk, duduk. Setelah mendengar berita itu Raja pun bergegas
ke pantai walaupun suasana pagi masih gelap. Raja hendak menyaksikannya, siapa
tahu orang itu mempunyai maksud-maksus tertentu.
Tidak jauh dari
istana, Raja pun bertemulah dengan seorang orang tua. Orang itu pun menyapa
Raja dan menanyakan maksudnya. Setelah Raja memberitahukannya, berkatalah orang
tua itu, “Wahai raja, orang yang ada di pantai itu adalah orang sakti, kalau
raja hendak menundukkan dia, marilah saya beri ilmu lebih dahulu. Tangan raja
akan saya tulisi, kemudian perlihatkan kepadanya, niscaya tunduklah dia.
Orang itu pun
berjabat tangan dengan Raja. Sesudah itu tampaklah tulisan kalimat syahadat di
tangan raja dan orang tua yang bersorban hijau dan berjubah putih itu pun
gaiblah. Raja pun melanjutkan perjalanannya. Setelah tiba di pantai, Raja pun
memperlihatkan tulisan yang ada di tangannya kepada orang berjubah itu.
Orang berjubah itu tundukklah seraya
berjabat tangan dan mengatakan, “Selamatlah dan berbahagialah engkau wahai raja
karena engkau telah memegang agama Allah dan kedatangan saya ke mari ialah
untuk menyebarkan agama Allah”.
Selanjutnya, raja pun
berkesimpulan dan mengatakan “Makkasaraki
Nabbia” atau “Nabbia Akkasaraki”
artinya Nabi yang menjelma atau menampakkan diri (yang dimaksud adalah orang
berjubah putih yang gaib). Tempat nabi “akkasarak”
ini dinamai Mangkasarak (Makassar).
(4)
Segi
Sejarah
Dari bahan tertulis
seperti yang disinyalir oleh Basang (1988) dan Mattulada (1991) dapat diketahui
nama Makassar dalam lintasan sejarah sebagai berikut.
a)
Dalam
buku peradaban di pulau Jawa yang disebut Negara
Kertagama yang ditulis oleh Prapanca pada zaman Gadjah Mada (1364)
tercantum nama Makassar. Kalimat-kalimat yang menyebutkan nama Makassar dapat
dilihat di bawah ini.
“ ... Ikang sakasanusanusa Makassar
Buton Banggawi, Kunir Ggaliyao mwangi (ng) Salaya Sumba Solot Unar mwah tikang
i wandan Ambwa Maloko Wwanin ri Seran i Timur makadining angeka nusatutur”.
b)
Dalam
sejarah Melayu, kisah ke-19, tercantum pula nama Makassar seperti terlihat di
bawah ini.
“... maka tersebutlah perkataan adalah
sebuah negeri di tanah Mengkasar,
Balului namanya, nama rajanya kaeraing Mancoko, terlalu besar kerajaannya,
segala negeri di tanah Mengkasar itu
semuanya takluk kepadanya”.
b.
Sekilas
Kebudayaan Makassar
Sebelum membahas sekilas kebudayaan
Makassar, ada baiknya diberikan pengertian kebudayaan itu sendiri. Dalam
risalah ini dapat dikemukakan antara lain definisi yang disampaikan oleh Tylor
dan Koentjaraningrat. Menurut Tylor, “Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan
kemampuan serta kebiasaan yang dipunyai manusia sebagai anggota masyarakat
(Mattulada, 1997: 1; Wahid, 2007: 2; Liliweri, 2014: 6). Koentjaraningrat
(1990: 180) mengatakan, “kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dengan belajar”.
Kedua definisi tersebut terlihat berbeda,
namun mempunyai prinsip yang sama, yaitu mengakui adanya ciptaan manusia yang
meliputi perilaku dan hasil kelakuan manusia, yang diatur oleh tata kelakukan
dan diperoleh dengan belajar yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat
(Sujarwa, 2005: 9). Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil buah budi manusia
untuk mencapai kesempurnaan hidup (Widagdho, 1991: 19-20).
Dalam menganalisis komponen kebudayaan
suatu masyarakat tertentu, biasanya digunakan konsep unsur-unsur atau komponen
kebudayaan universal (culural univeral).
Menurut Koentjaraningrat (1990: 203-204) ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat
ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dimaksud, yaitu (1)
bahasa; (2) sistem pengetahuan; (3) organisasi sosial; (4) sistem peralatan
hidup dan teknologi; (5) sistem mata pencaharian; (6) sistem religi; dan (7)
kesenian. Ketujuh komponen kebudayaan tersebut dapat dipadatkan menjadi tiga
wujud kebudayaan, yaitu (a) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan (ideas); (b) wujud kebudayaan sebagai sebagai kompleks aktivitas
serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat (activities); (c) wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (artifact) (Koentjaraningrat, 1990: 186-187; Mattulada, 1997:
1-2). Risalah ini membahas sebagian
kecil saja untuk menunjukkan unsur spesifik atau khas kebudayaan Makassar.
(a)
Bahasa
Makassar
Etnik Makassar memiliki bahasa sendiri yang
disebut bahasa Makassar. Aksaranya disebut aksara lontarak jangang-jangang (mirip dengan aksara Jawa/Kawi, sedangkan
aksara Bugis disebut aksara bilang-bilang/sulapak
appak (mirip dengan aksara Rejang (Enre dalam Manyambeang, 1996: 30). Fonem
bahasa Makasar sebanyak 23 buah (18 konsonan dan 5 vokal), sedangkan fonem
bahasa Bugis sebanyak 29 buah (22 konsonan dan 7 vokal).
(b)
Benda-benda
Budaya (Artefak/hasil karya)
1)
Jenis
Kue Tradisional
Salah satu jenis kue tradisional yang
selalu hadir pada setiap acara ritual suka cita adalah umbaumba (Makassar), ondeonde
(Bugis), klepon (Jawa). Nama kue ini
dalam setiap suku berbeda-beda, namun secara referensial (referent), baik bahan maupun bentuknya sama. Bahannya terdiri atas
tepung beras ketan, gula merah, dan kelapa parut. Bentuknya bulat sebesar
ibujari kaki orang dewasa, berisi gula merah, dan berbalut kelapa parut. Umbaumba artinya ‘muncul’ dan ondeonde artinya ‘berguling-guling’.
Akan tetapi, secara makna (sense) nama kue ini mengandung makna
kultural yang berbeda dalam setiap masyarakat. Di kalangan masyarakat Makassar
nama kue ini mengandung makna kultural, yaitu penuh pengharapan (optimistis),
semoga dalam proses menjalani hidup dan kehidupan di dunia ini berujung dengan
kebahagiaan (kesejahteraan). Dimaknai seperti itu berdasarkan dengan sifat kue
tersebut yang selalu muncul ke permukaan air ketika sudah masak. Itulah
sebabnya kue ini selalu dihadirkan pada saat acara seperti pengantin, bangun
rumah, masuk rumah baru, beli mobil baru.
2)
Makam
Bercorak Makassar
Penyebaran agama Islam di Sulawesi
Selatan yang secara dominan dijalankan oleh Kerajaan Gowa menyebabkan budaya
makam berciri Makassar dominan memengaruhi budaya makam di kawasan Nusantara.
Hal ini terbukti dengan kehadiran bentuk-bentuk jirat dan nisan makamjenis
pedang (A), jenis mata tombak (B), jenis blok (D), dan silindrik (I) yang
berkembang di kawasan etnik Makassar (Rosmawati, 2013: 381-382. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Duli, et.al. (2013: 281) mengatakan, “Peranan Kerajaan Gowa
sangat dominan dalam proses Islamisasi di Sulawesi Selatan, menyebabkan
perkembangan budaya awal Islam di daerah tersebut banyak mendapat pengaruh
budaya Makassar, seperti bentuk-bentuk jirat dan nisan makan. Ketika budaya
nisan makam berciri Makassar masuk memengaruhi budaya etnik yang lain,
muncullah varian nisan makam yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan
kreativitas masyarakat setempat.
3)
Nama
Daeng (Pakdaengang)
Dalam masyarakat Makassar dikenal pakdaengang. Yang dimaksud pakdaengan adalah proses pemberian nama
kedua kepada seseorang, baik sebagai gelar kebangsawanan, sebagai penghormatan
maupun sebagai nama sapaan dalam interaksi sosial sehari-hari masyarakat
Makassar.
Secara tradisional pemberian pakdaengang
berdasarkan pertimbangan stratifikasi sosial masyarakat Makassar.
Strafikasi sosial yang berhak menyandang pakdaenganghanya
di kalangan bangsawan sebagai identitas dalam sistem sosial masyarakat
Makassar. Misalnya, I Tajibarani Daeng
Marumpa, Karaeng Data “Tunibatta”, Raja Gowa XI (1565); dan I Mappadulung Daeng Mattimung, Karaeng
Sanrobone, Sultan Abd. Jalil, Tumenanga ri Lakiung, Raja Gowa XIX (1677-1709).
Selanjutnya,pemberian pakdaengang mengalami perubahan sesuai
dengan perkembangan sosiokultural masyarakat Makassar. Nama pakdaengang biasa diberikan kepada tokoh-tokoh
yang berasal dari luar negeri atau pun dalam negeri yang mengunjungi Ballak
Lompoa (istana Raja Gowa) sebagai tamu terhormat. Nama Daeng (pakdaengang) yang diberikan kepada tokoh
tersebut sebagai gelar kehormatan dan sebagai simbol tali ikatan kekerabatan
keluarga besar Raja Gowa. Misalnya, Gubernur
Cafe Town, Afrika Selatan, Ibrahim Rasul Daeng
Mangunjungi; Dato’ Sri Mohd.
Najib bin Tun Haji Abdul Razak Daeng
Mattimung. Selain itu, ada seorang perempuan dari Amerika bernama
Barbara diberi gelar kehormatan (pakdaengang)
Daeng Singara menjadi Barbara Daeng
Singara. Beliau diberi gelar pakdaengang karena berjasa dalam
pengembangkan aksara lontarak Makassar dalam bentuk digital (komputerisasi). Selanjutnya, dalam dunia modern seperti
sekarang ini, suasana demokratis mewarnai interaksi sosial masyarakat Makassar
sehingga penggunaan pakdaengang tidak lagi berdasarkan pertimbangan sosiokultural.
Dalam pergaulan sehari-hari banyak orang menggunakan pakdaengang
(Daeng) sebagai nama sapaan.
Barangkali sebagai konsekuensi dari perwujudan julukan Kota Makassar sebagai
“Kota Daeng”. Mereka saling menyapa nama dengan sapaan Daeng seperti Daeng Naba,
Daeng Becak, Daeng Mansyur. Selain itu, penggunaan pakdaengang
sebagai wujud pengintegrasian diri dalam komunitas etnik Makassar tanpa
memahami sistem sosiokultural yang berlaku dalam budaya Makassar.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
nama Daeng merupakan kekhasan budaya
masyarakat Makassar, baik sebagai gelar kebangsawanan, gelar kehormatan maupun
sebagai nama sapaan dalam interaksi sosial sehari-hari. Adapun dalam masyarakat Bugis dikenal Andi
sebagai gelar kebangsawanan. Misalnya, Andi
Mappatjukki; Andi Akhmar; Andi Mappadjantji.
Perlu ditambahkan di sini bahwa secara
leksikal kata daeng dalam bahasa
Makassar dapat berarti ‘kakak’. Kata daeng
yang berarti ‘kakak’ dapat dilihat pada kalimat seperti “kemaidaengku? (di mana kakakku?. Adapun
dalam bahasa Bugis dikenal kata andi
dan andik atau anrik. Kata andi sebagai
nama gelar kebangsawanan, sedangkan kata andik
atau anrik berarti ‘adik’.
4). Kesenian
Dalam masyarakat Makassar dikenal beberapa kesenian tari, salah
satunya, yaknitari pepek-pepek ri Makka‘tari
bermain api’. Tarian ini biasanya ditampilkan pada acara-acara rakyat seperti
upacara hajatan, sunatan, dan perkawinan.
Tarian ini dilakonkan oleh beberapa
laki-laki tua dan muda. Para pemain memegang obor yang sudah berapi, lalu
mengarahkan api tersebut ke tubuh temannya atau dirinya sendiri, bahkan tidak
jarang mereka mengundang penonton untuk masuk ke arena permainan lalu disulut
lengannya. Anehnya orang yang disulut sama sekali tidak merasa kepanasan atau
pun melepuh kulitnya.
Penarinya berputar-putar sambil melakukan
gerakan-gerakan jenaka untuk mengundang tawa para penonton. Misalnya, ada
penari yang meniru gerakan seekor kera, berjalan terpincang-pincang, menggeleng
dan menganggukkan kepala sambil menjulurkan lidah bagai orang kepedasan.
4.
Penutup
Dari uraian yang telah dikemukakan
di atas dapat disimpulkan: (1) makna kata Mangkasarak
(Makassar) secara kultural memiliki sifat atau karakter selalu tegas,
transparan, berterus terang sebagaimana di bibir begitu pula di hati. Namun,
orang lain sering salah menafsirkan dan menganggap agak kasar; (2) etnik
Makassar adalah salah satu etnik yang tetap eksis di Sulawesi Selatan dengan
kekhasan budaya yang dimilikinya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa etnik
Makassar bukan subordinasi dari etnik Bugis sebagaimana yang dipahami oleh
sebagian orang selama ini dengan sebutan Bugis Makassar.
DAFTAR PUSTAKA
Basang, Djirong. 1988. Taman Sastra Makassar. Ujung Pandang: CV Alam.
Beals and Hoijen dalam id.ana.wikia.com/wiki/antropologi (diakses 13/10/2015).
Bakyr, Haji Dato Paduka Haji Mahmud bin, dkk. 2003. Kamus Bahasa Melayu Nusantara. Brunei Darussalam: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Chaer, Abdul. 1990. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Christomy dan Yuwono (Ed.). 2004. Semiotika Budaya. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, UI.
Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik. Bandung: PT Eresco.
Duli, Akin. 2014. xxxxx
htp://hedisasrawan.blogspot.com/2014/01/04-pengertian-sejarah-menurut-para ahli. html
ipskreatf.pun.bz/pengertian antropologi (diakses 13/10/2015).
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Liliweri, Alo. 2014. Pengantar Studi Kebudayaan. Bandung: Nusamedia.
Manyambeang, Abd. Kadir. 1996. “Lontaraq Riwayaqna Tuanta Salamaka ri Gowa: Suatu Analisis Linguistik Filologi”. Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Mattulada. 1991. Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press.
________. 1997. Kebudayaan, Kemanusiaan, dan Lingkungan Hidup. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press.
nurdewieryanti.blogspot.co.id/2013/06/antropologi.html (diakses 13/10/2015).
Rosmawati.2015. Tamadun xxxx
Sujarwa. 2005. Manusia dan Fenomena Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Udin, Syahlinar, dkk. 1977. Rasionalisasi Mitos dan Sastra Drama Karya Wisran Hadi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, DEPDIKBUD.
Verhaar, J.W.M. 1978. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wahid, Hj. Sugira. 2007. Manusia Makassar. Makassar: Pustaka Refleksi.
Terima kasih
sudah membaca, jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang
terkedat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita ,dan
temukan pula kami di Youtube http://bit.ly/2Po04uh
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/16154/Makassar%20Bukan%20Bugis%20Makassar.docx?sequence=1
Link Sumber :
Video Pilihan
Bulukumba bukan suku bugis karna bugis itu di Bulukumba hanya pendatang... misalnya ada orang Bulukmba yang menikah dengan orang bugis... dan hanya sebagian kecil orang bugis di Bulukumba...
ReplyDeleteSaya tau itu karna saya orang Bulukumba dan saya tdk merima kalau Bulukumba dikatakan suku bugis padahal bugis di Bulukumba hanya sebagian kecil...
ReplyDeleteDan betul tdk ada bugis makassar yg ada itu bugis ya bugis... makassar ya makassar..... makassar bukan suku bugis.. tapi makassar adalah suku makassar
Bisa diceritakan sejarah tentang Daeng Pallalo
ReplyDeleteetnik Makassar adalah salah satu etnik yang tetap eksis di Sulawesi Selatan dengan kekhasan budaya yang dimilikinya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa etnik Makassar bukan subordinasi dari etnik Bugis sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang selama ini dengan sebutan Bugis Makassar....cukup jelas uraian di atas..
ReplyDeleteMenyediakan Jasa pembuatan dan Sewa Tenda transparan, Tenda Transparan sendiri memiliki kesan yang elegan karena bisa menampilkan suasana luar tenda dan sinar matahari atau pun binar binar luar tenda di malam hari, Tenda Transparan biasanya digunakan untuk:
ReplyDelete-Acara Wedding
-Acara birthday party
-Acara pesta malam
-Event food frestival
-Mini konser
-Private Party
-Event lebaran
-Frestival idul fitri
-Tenda konser
-Acara ulang tahun perusahaan atau instani dan masih banyak lagi kegunaannya.
Tenda Transparan sendiri memiliki beberapa bentangan yaitu bentangan 10, 15, dan 20. untuk panjangnya sendiri terhitung dari kelipatan 5 (cth: 5, 10, 15, 20 dst)
untuk Jasa penyewaan sendiri kami dapat melayani untuk daerah JABODETABEK dan sekitarnya
untuk informasi lebih lanjut anda dapat menghubungi kami di:
No.wa : 083898841775 / 081977000899 / 081112300319 / 081112520816
Alamat: Taman Ubud Cendana 1 No.19 Lippo Village, Tangerang Banten
#TENDAVAKSINASI #TENDAEVENT #TENDAWEDDING #TENDABAZAR #TENDARODER #TENDATRANSPARAN #POSKOPENGAMANAN #TENDAKERUCUT #TENDASARNAVIL#POSKOPENGUNGSIAN #BILIKDESINFEKTAN #TENDAPAMERAN #TENDAEXPO #FRESTIFALMUSIK #KONSERMUSIK #KONSER #JAKARTA #BANDUNG #KARAWANG #JAWATIMUR #JAWABARAT #JAWA TENGAH #SURABAYA #KALIMANTAN #PISKOPENGANAMANANCOVID #RUANGANDARURATRUMAH SAKIT
#TENDAVAKSINASI #TENDARODER #TENDATRANSPARAN #POSKOPENGAMANAN #TENDAKERUCUT #TENDASARNAVIL #TENDASERBAGUNA #TENDADRIVETHRU #TENDAVAKSIN #TENDAPEMAKAMAN #TENDA MEMBRAN #TENDA CAFE #OODFRESRIFAL #KONSERMUSIK #FRESTIFALSENI #EVENTORGENAIZER #ACARAMUSIK #KONSERSENI #BOOTHPAMERAN #STANDPAMERAN #EVENTPAMERAN #TENDAPAMERAN #TENDAEVENT #TENDAKONSER #TENDABESAR #SEWATENDA #SEWATENDAKERUCUT #SEWATENDASARNAFIL #SEWATENDARODER #SEWATENDATRANSPARAN #SEWATENDAWEDDING #SEWATENDAUPACARA #SEWATENDAFOODFRESTIVAL #TENDAMURAH #TENDATERLENGJAP #VENDORTERPERCAYA #VENDORTERMURAH #TENDAMURAH #TENDAPAMERAN #TENDAEXPO #TENDARUMAHSAKIT #TENDASERBAGUNA #TENDASEMIPERMANEN #TENDAEVENT #TENDAPAMERAN #TENDAKECIL #TENDASIRCUIT #TENDAARENABALAP #SEWATENDASIRCUIT #SEWATENDAAREABALAP #SEWATENDAUNTUKMOTORGP #SEWATENDAEVENT #TENDARODER #TENDATRANSPARAN #TENDAKERUCUT #TENDA SARNAFIL #TENDATERLARIS #TENDATERMURAH #TENDAMURAH #TENDALARIS #TEND3X3M #TENDASARNAFIL3X3M #TENDAKERUCUT3X3M #TENDASARNAFIL5X5M #TENDASARNAFIL4X4M #TENDASARNAFILMURAH #PRODUSENTENDA #PRODUSENTENDASARNAFIL #JUALRANGKATENDA
https://www.tendaroderindonesia.com/
https://shopee.co.id/pasaronlinetangerang
https://shopee.co.id/dewi.melansari
https://www.tokopedia.com/annarosianti
https://www.tokopedia.com/meylans
https://www.facebook.com/profile.php?id=100055894358161
https://www.instagram.com/juragantendaofficial/
https://wordpress.com/home/juragantendaofficial.wordpress.com
https://twitter.com/IndonesiaRoder