PROSESI PERNIKAHAN ADAT MAKASSAR

Prosesi Pernikahan Adat Makassar
Oleh : Daeng Palallo




Bagi orang Makassar, pernikahan paling baik adalah pernikahan yang melalui peminangan. Adapun prosesi pernikahan adat Makassar diawali dengan proses yang dikenal dengan istilah A’jangan-jangan na A’pesa-pesa yakni penjajakan secara rahasia oleh pihak keluarga laki-Iaki pada calon mempelai perempuan, di akhiri dengan prosesi acara Akbangngi Matoang yakni bermalam selama tiga malam pada masing-masing rumah orang tua dari kedua mempelai.

Pra Pesta

a.   A’jangang-jangang na A’pesa-pesa
A’jangang-jangang adalah usaha yang dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki untuk mencari informasi tentang seorang gadis yang berkenan dihati. Sedangkan A’pesa-pesa adalah mencari tahu apakah sang gadis belum ada yang punya atau belum terikat dengan seseorang. Tahap ini merupakan tahap awal. Jika tahap ini selesai dan sudah didapatkan sebuah keputusan yang telah disepakati oleh keluarga, maka proses selanjutnya, pihak keluarga laki-laki dalam hal ini kedua orang tua calon mempelai laik-laki. akan datang berkunjung ke rumah calon mempelai perempuan untuk menyampaikan maksud atau keinginan. Prosesi ini dikenal dengan istilah A’palante.

b.  A’palante
Disini keluarga calon mempelai laki-laki hanya sekedar menyampaikan keinginan dari keluarga, kepada pihak keluarga perempuan, jika pihak keluarga perempuan setuju maka selanjutnya akan di tetapkan waktu lamaran yang dikenal dengan istilah Assuro.

c.   Assuro
Assuro yakni acara melamar atau meminang sang gadis secara resmi. Prosesi ini biasanya dilakukan oleh keluarga dekat dari calon mempelai laki-laki ataupun pegawai syara’ yang telah di tunjuk di wilayah tempat tinggal dari keluarga calon mempelai. Setelah pelamaran dilaksanakan oleh keluarga calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan, dan diterima oleh calon mempelai perempuan bersama keluarganya, maka langkah selanjutnya adalah Annappu’.

d.  Annappu’
Annappu’ yakni membuat kesepakatan antara keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan. Pada tahap ini segala sesuatu yang menyangkut perkawinan yang akan diadakan, dibicarakan secara terbuka, terutama hal-hal yang sangat prinsipil, seperti sunrang (mahar atau mas kawin), besaran uang panai (biaya pesta) yang akan diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan, tata cara pelaksanaan maupun waktu pelaksanaan dan lain-lain yang di anggap perlu.

Pada tahap inilah yang seringkali memakan waktu yang cukup banyak, karena didalamya terjadi negosiasi antara kedua wakil dari kedua belah pihak. Tahap ini baru dikatakan selesai jika kedua belah pihak sudah bersepakat akan segala hal menyangkut perkawinan yang akan dilangsungkan. Dalam beberapa kasus, ada yang sampai tiga kali pertemuan baru tercipta sebuah kesepakatan, bahkan ada pula yang tidak jadi karena tidak tercapainya kata sepakat antara kedua belah pihak. Setelah kedua belah pihak mendapatkan kesepakatan, maka tahap selanjunya adalah pelaksanaan pesta pernikahan.

Pelaksanaan Pesta

e.   A’passili
Pesta pernikahan dimulai dengan upacara A’passili. Upacara ini dimaksudkan untuk memohon kepada yang kuasa agar dijauhkan dari marabahaya, karena sebentar lagi memasuki hidup baru. Dalam prosesi upacara ini, si calon mempelai akan duduk di atas kelapa yang masih utuh yang diletakkan dalam loyang besar. Di sampingnya diletakkan jaqjakang (sesaji).

Upacara ini biasanya dilakukan pada pagi hari sekitar jam 09.00 (dimana matahari sedang naik), dilaksanakan di depan pintu masuk rumah. Acara ini dilakukan oleh kedua calon mempelai secara terpisah. Upacara ini dilangsungkan sehari sebelum hari-H.

f.     A’bubbu
A’bubbu adalah rangkaian upacara memotong beberapa helai ambut halus yang ada pada ubun-ubun. Untuk calon mempelai perempuan, selain sebagai sebuah syarat dalam perkawinan juga bertujuan agar da’dasa yaitu hiasan putih pada dahi calon mempelai perempuan dapat melekat dengan baik. Disini calon mempelai akan didudukan diatas tikar pandan yang dilengkapi dengan alat kebesaran keluarga. Pada upacara ini calon mempelai perempuan didampingi oleh sekurang-kurangnya 2 orang, biasanya dengan ibu kandung (Amma’ kale) atau tante dari calon mempelai (Purina). Dalam upacara ini akan diiringi dengan royong (royong = nyanyian ritual makassar).

g.    A’Korontigi
Dalam bahasa Indonesia Korontigi disebut “daun pacar” yang digiling dan di tumbuk halus, untuk memerahi kuku. Orang Makassar meyakini daun pacar memiliki nilai magis dan dipakai sebagai lambang kebersihan atau kesucian. Menjelang hari pernikahan, sebelum acara akad nikah dilangsungkan, sehari sebelumnya prosesi upacara A’korontigi dilaksanakan. Pada saat upacara ini dilangsungkan akan dimeriahkan dengan bunyi-bunyian (gendang Makassar) atau Royong (Nyanyian) dan atau Barsanji. Upacara ini biasanya dirangkaikan dengan acara lain seperti penamatan mengaji (Khatam Qur’an) dan sebuah acara yang di sebut dengan istilah Anna’bak.

h.    A’nikka
A’nikka atau Akad Nikah. Prosesi upacara ini biasanya berlangsung di rumah calon mempelai perempuan, atau di tempat yang sudah di tetapkan oleh pihak perempuan. Disini calon mempelai pria akan diantar ke rumah calon isterinya untuk melakukan akad nikah, dalam bahasa Makassar disebut Naiki Kalenna atau Naiki Buntinga (naik untuk kawin/ nikah). Untuk menyambut kedatangan rombongan pengantin pria, maka di depan rumah mempelai perempuan telah berdiri beberapa orang penyambut tamu. Mempelai pria akan disambut oleh orang tua (ibu kandung) calon mempelai perempuan atau yang mewakili, yang akan diawali dengan Pakkio Bunting, yaitu sejenis puisi Makassar untuk memanggil mempelai pria dan pendampingnya (paerang bunting buraknea) untuk naik atau masuk ke dalam rumah.

i.  A’pasicini Bunting
Setelah akad nikah dilangsungkan, selanjutnya mempelai laki-laki akan di antar ke dalam kamar pengantin oleh keluarga dekat mempelai perempuan untuk dipertemukan dengan mempelai perempuan. Mempelai perempuan berada dalam kamar pengantin akan didampingi oleh beberapa orang keluarga dekat.

 j.   Amempo Bunting
Setelah Akad Nikah dilaksanakan, dan kedua mempelai sudah dipertemukan maka acara selanjutnya adalah kedua mempelai dihantar oleh keluarga untuk duduk diatas pelaminan yang di sebut dengan Amempo Bunting.

k.  Allekka Bunting
Setelah prosesi acara dilaksanakan di rumah mempelai perempuan maka selanjutnya di hari berikutnya kedua mempelai di hantar oleh keluarga mempelai perempuan menuju rumah mempelai laki-laki. Sebagaimana ketika mempelai laki-laki di bawa ke rumah mempelai perempuan yang di iringi dengan rombongan pengantar.

l.  A’bangngi Matowang
A’bangngi Matowang yakni bermalam selama tiga malam pada masing-masing rumah dari kedua orang tua atau dari kedua mempelai dengan saling berbalas, diawali di kediaman orang tua sang mempelai perempuan, selama tiga malam, setelah itu baru bergeser ke rumah atau kediaman orang tua laki-laki.

Demikian seluruh prosesi pernikahan adat suku Makassar, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terkhusus untuk para generasi muda Makassar. Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih sudah membaca tulisan ini. Jika artikel ini bermanfaat, silahkan di Share ke orang-orang terdekat. Like juga Fanpage kami untuk mengetahui informasi lainnya @makassarpunyacerita ,dan temukan pula kami di Youtube http://bit.ly/2Po04uh

Comments

Popular posts from this blog

Lirik dan Terjemahan Lagu Tea Tonja

Lirik dan Terjemahan Lagu Julei ri Kau

LIRIK DAN TERJEMAHAN LAGU PANGNGUKRANGI