Posts

Showing posts from April, 2011

Kitab La Galigo Tidaklah Lebih Tua dari Aksara (Huruf) Lontara

Image
Kitab La Galigo Tidaklah Lebih Tua dari Aksara (Huruf) Lontara Oleh : Daeng Palallo Kitab dan Aksara ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Kitab La Galigo atau biasa juga disebut Kitab Galigo adalah sebuah epik mitos penciptaan dari peradaban Bugis Makassar di Sulawesi Selatan dalam bentuk puisi. Ditulis dalam huruf lontara. Puisi ini terdiri dalam sajak bersuku lima.Epik ini panjangnya melebihi kitab Mahabharata dari India, bahkan ada yang menduga bahwa epik ini lebih tua dari Kitab Mahabarata yang dari India itu. Aksara Lontara adalah aksara yang dipakai dalam Kitab La Galigo.  Adalah Daeng Pamatte yang dikenal sebagai pencipta aksara lontara, sebagaimana disebutkan dalam Lontara Gowa (catatan harian kerajaan), berikut kutipannya : (…iapa anne karaeng uru apparek rapang bicara, timu-timu ri bunduka. Sabannarakna minne Karaenga nikana Daeng Pamatte. la sabannarak, la Tumailalang, iatommi Daeng Pamatte ampareki lontarak M

Macan Lambaraqna Gowa : I Mappatakakatana Daeng Padulu Tumenanga riMakkoayang

Image
Macan Lambaraqna Gowa (Harimau Liar dari Gowa). Adalah sebuah gelar, sama dengan gelar-gelar lainnya seperti Macan Keboka ri Tallo, Macan Leqlenga ri Katangka, Macan Ejayya ri Sanrobone, Macan Beru Bakkaka ri Luwu. Adalah, semoga saya tidak terkutuk, nama pribadinya iMappatakakatana. Nama lahirnya [Paddaenganna] adalah Daeng Padulu, gelarnya sebelumnya ia menjadi penguasa di Tallo disebut Karaeng Pattingalloang, gelarnya setelah meninggal disebut Tumenanga riMakkoayang. Beliaulah yang digelar sebagai Macan Lambaraqna Gowa, Raja Tallo IV, yang tak lain adalah Ayah dari Karaeng Matoaya  Sultan Abdullah Awwawul Islam . Tumenanga riMakkoayang adalah anak dari Karaeng Tunipasuru (Raja Tallo III), Nama pribadinya, semoga saya tidak terkutuk, semoga saya tidak hancur, adalah iMangayoangberang Karaeng Pasi. Ibundanya adalah Tumammalianga ri Tallo, nama pribadinya, semoga saya tidak terkutuk, semoga saya tidak hancur adalah iPasilemba, putri Karaeng Loe riMarusu. Pada usia dua puluh

Karaeng Tumapakrisi Kallongna

Image
Karaeng Tunijallok ri Pasukkiq meninggal, Karaeng Tumapakrisi Kallongna menggantikannya sebagai Raja Gowa. Dialah yang memperistrikan anak dari Karaeng Tunilabu ri Suriwa. Maka lahirlah Karaeng Tunipalangga; empat bersaudara, Karaeng Tunibatta; Karaenga ri Bone; Karaeng ri Somba Opu. Memperistrikan anak Karaeng Jamarang. Lahirlah Karaeng Jonggoa, dan seorang perempuan yang bernama I Kawateng.  Karaeng Tumapakrisi Kallongna, Dialah peletak dasar pemerintahan Kerajaan Gowa secara modern, dia juga yang mengantar Gowa sebagai kerajaan maritim yang kuat. Raja inilah yang mula-mula membuat peraturan, hukum dalam perang. Di masa pemerintahannya ini pulalah Daeng Pamatte selaku Tumailalang merangkap Syahbandar menciptakan aksara Lontara. Raja inilah yang menaklukkan Garassi, Katingang, Parigi, Siang, Sidenreng, Lembangan. Yang mengambil saqbu kati dari Bulukumba, Selayar [saqbu kati = bea perang]. Yang menaklukkan Panaikang, Mandalle, Campaga. Selain menaklukkan beberapa daerah